Labels

Main Menu

Labels

Pages

Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Selasa, 23 April 2013

ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi lahir pada tahun 118 H/736 M. Ayahnya seorang Turki dan ibunya seorang Persia. Ia adalah seorang ahli Hadits yang terkemuka dan seorang zahid termasyhur. Abdullah bin Mubarak telah belajar di bawah bimbingan beberapa orang guru, baik yang berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya, dan ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Ia meninggal dunia di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797 M. Banyak karya-karyanya mengenai Hadits, salah satu di antaranya dengan tema "Zuhud masih dapat kita jumpai hingga waktu sekarang ini." PERTAUBATAN ABDULLAH BlN MUBARAK Abdullah bin Mubarak sedemikian tergila-gila kepada seorang gadis dan membuat ia terus-menerus dalam kegundahan. Suatu malam di musim dingin ia berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya sampai pagi hari hanya karena ingin melihat kekasihnya itu walau untuk sekilas saja. Salju turun sepanjang malam itu. Ketika adzan Shubuh terdengar, ia masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shalat 'Isya. Sewaktu fajar menyingsing, barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dalam merindukan kekasihnya itu. "Wahai putera Mubarak yang tak tahu malu!". Katanya kepada dirinya sendiri. "Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat pribadimu. tetapi apabila seorang imam shalat membaca surah yang panjang engkau menjadi sangat gelisah." Sejak saat itu hatinya sangat gundah. Kemudian ia bertaubat dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah. Sedemikian sempurna kebaktiannya kepada Allah sehingga pada suatu hari ketika ibunya memasuki taman, ia lihat anaknya tertidur di bawah rumpun mawar sementara seekor ular dengan bunga narkisus di mulutnya mengusir lalat yang hendak mengusiknya. Setelah bertaubat itu Abdullah bin Mubarak meninggalkan kota Merv untuk beberapa lama menetap di Baghdad. Di kota inilah ia bergaul dengan tokoh-tokoh sufi. Dari Baghdad ia pergi ke Mekkah kemudian ke Merv. Penduduk Merv menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka kemudian mengorganisir kelas-kelas dan kelompok-kelompok studi. Pada masa itu sebagian penduduk beraliran Sunnah sedang sebagiannya lagi beraliran fiqh. Itulah sebabnya mengapa Abdullah disebut sebagai toko yang dapat diterima oleh kedua aliran itu. Ia mempunyai hubungan baik dengan kedua aliran tersebut dan masing-masing aliran itu mengakuinya sebagai anggota sendiri. Di kota Merv, Abdullah mendirikan dua buah sekolah tinggi, yang satu untuk golongan Sunnah dan satu lagi untuk golongan Fiqh. Kemudian ia berangkat ke Hijaz dan untuk kedua kalinya menetap di Mekkah. Di kota ini ia mengisi tahun-tahun kehidupannya secara berselang-selang. Tahun pertama ia menunaikan ibadah haji dan pada tahun kedua ia pergi berperang, tahun ketiga ia berdagang. Keuntungan dari perdagangannya itu dibagikannya kepada para pengikutnya. la biasa membagi-bagikan kurma kepada orang-orang miskin kemudian menghitung biji buah kurma yang mereka makan, dan memberikan hadiah satu dirham untuk setiap biji kepada siapa di antara mereka yang paling banyak memakannya. Abdullah sangat teliti dalam kesalehannya. Suatu ketika ia mampir di sebuah warung kemudian pergi shalat. Sementara itu kudanya yang berharga mahal menerobos ke dalam sebuah ladang gandum. Kuda itu lalu ditinggalkannya dan meneruskan perjalanan-nya dengan berjalan kaki. Mengenai hal ini Abdullah berkata: "Kudaku itu telah mengganyang gandum-gandum yang ada pemiliknya". Pada peristiwa lain, Abdullah melakukan perjalanan dari Merv ke Damaskus untuk mengembalikan sebuah pena yang dipinjamnya dan lupa mengembalikannya. Suatu hari Abdullah melalui suatu tempat. Orang-orang mengatakan kepada seorang buta yang ada di situ bahwa Abdullah sedang melewati tempat itu. "Mintalah kepadanya segala sesuatu yang engkau butuhkan!" "Abdullah berhentilah!", orang buta itu berseru. Abdullah lalu berhenti. " Doakanlah kepada Allah untuk mengembalikan penglihatanku ini!", ia memohon kepada Abdullah. Abdullah menundukkan kepala lalu berdoa. Seketika itu juga orang buta itu dapat melihat kembali.

ABDULLAH BIN ABBAS

"Kyai Umat Ini" Ibnu Abbas serupa dengan Ibnu Zubeir bahwa mereka sama-sama menemui Rasulullah dan bergaul dengannya selagi masih becil, dan Rasulullah wafat sebelum Ibnu Abbas mencapai usia dewasa. Tetapi ia seorang lain yang di waktu kecil telah mendapat kerangka kepahlawanan dan prinsip-prinsip kehidupan dari Rasuluilah saw. yang mengutamakan dan mendidiknya serta mengajarinya hikmat yang murni. Dan dengan keteguhan iman dan kekuatan akhlaq serta melimpahnya ilmunya, Ibnu Abbas mencapai kedudukan tinggi di lingkungan tokoh-tokoh sekeliling Rasul .... Ia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah saw. Digelari "habar" atau kyahi atau lengkapnya "kyahi ummat", suatu gelar yang hanya dapat dicapainya karena otaknya yang cerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas. Dari kecilnya, Ibnu Abbbas telah mengetahui jalan hidup yang akan ditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketika pada suatu hari Rasulullah menariknya ke dekatnya selagi ia masih kecil itu dan menepuk-nepuk bahunya serta mendu'akannya: - "Ya Allah, berilah ia ilmu Agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya ta'wil". Kemudian berturut-turut pula datangnya kesempatan dimana Rasulullah mengulang-ulang du'a tadi bagi Abdullah bin Abbas sebagai saudara sepupunya itu ..., dan ketika itu ia mengertilah bahwa ia diciptakan untuk ilmu dan pengetahuan. Sementara persiapan otaknya mendorongnya pula dengan kuat untuk menempuh jalan ini. Karena walaupun di saat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat itu, usianya belum lagi lebih dari tiga belas tahun, tetapi sedari kecilnya tak pernah satu hari pun lewat, tanpa ia menghadiri majlis Rasulullah dan menghafalkan apa yang diucapkannya.... Dan setelah kepergian Rasulullah ke Rafiqul A'la, Ibnu Abbas mempelajari sungguh-sungguh dari shahabat-shahabat Rasul yang pertama, apa-apa yang input didengar dan dipelajarinya dari Rasulullah saw. sendiri. Suatu tanda tanya (ingin mengetahui dan ingin bertanya) terpatri dalam dirinya. Maka setiap kedengaran olehnya seseorang yang mengetahui suatn ilmu atau menghafaikan Hadits, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan otaknya yang encer lagi tidak mau puas itu, mendorongnya nntuk meneliti apa yang didengarnya. Hingga tidak saja ia menumpahkan perhatian terhadap mengumpulkan ilmu pengetahuan semata, tapi jnga untuk meneliti dan menyelidiki sumber-sumbernya. Pernah ia menceritakan pengalamannya: -- "Pernah aku bertanya kepada tigapuluh orang shahabat Rasul shallallahu alaihi wasalam mengenai satu masalah". Dan bagaimana keinginannya yang amat besar untuk mendapatkan sesuatu ilmu, digambarkannya kepada kita sebagai berikut: - "Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat, kakatakan kepada salah seorang pemuda Anshar: "Marilah kita bertanya kepada shahabat Rasulullah, sekarang ini mereka hampir semuanya sedang bekumpul?" Jawab pemuda Anshar itu: "Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orang akan membutuhkanmu, padahal di kalangan mereka sebagai kan lihat banyak terdapat shahabat Rasulullah ... ?" Demikianlah ia tak mau diajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat-shahabat Rasulullah. Pernah aku mendapatkan satu Hadits dari seseorang, dengan cara kudatangi rumahnya kebetulan ia sedang tidur slang. Kubentangkan kainku di muka pintunya, lalu duduk menunggu, sementara angin menerbangkan debu kepadaku, sampai akhirnya ia bangun dan keluar mendapatiku. Maka katanya: -- "Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa tidak kamu suruh saja orang kepadaku agar aku datang kepadamu?" "Tidak!" ujarku, "bahkan akulah yang harus datang mengunjungi anda! Kemudian kutanyakanlah kepadanya sebuah Hadits dan aku belajar daripadanya ... !" Demikianlah pemuda kita yang agung ini bertanya, kemudian bertanya dan bertanya lagi, lalu dicarinya jawaban dengan teliti, dan dikajinya dengan seksama dan dianalisanya dengan fikiran yang berlian. Dari hari ke hari pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya berkembang dan tumbuh, hingga dalam usianya yang muda belia telah cukup dimilikinya hikmat dari orang-orang tua, dan disadapnya ketenangan dan kebersihan pikiran mereka, sampai-sampai Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab radhiallahu anhu menjadikannya kawan bermusyawarah pada setiap urusan penting dan menggelarkannya "pemuda tua" ... ! Pada suatu hari ditanyakan orang kepada Ibnu Abbas: "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini ... ?" Jawabnya: -"Dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang suka berfikir... !" Maka dengan lidahnya yang selalu bertanya dan fikirannya yang tak jemu-jemunya meneliti, serta dengan kerendahan hati dan pandainya bergaul, jadilah Ibnu Abbas sebagai "kyahi ummat ini". Sa'ad bin Abi Waqqash melukiskannya dengan kalimat-kalimat seperti ini :- Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti, lebih tajam berfikir dan lebih banyak dapat menyerap ilmu dan lebih luas sifat santunnya dari Ibnu Abbas ... ! Dan sungguh, kulihat Umar memanggilnya dalam urusan-urusan pelik, padahal sekelilingnya terdapat peserta Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka tampillah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar pun tak hendak melampaui apa katanya!" Ketika membicarakannya, Ubaidillah bin 'Utbah berkata:- "Tidak seorang pun yang lebih tahu tentang Hadits yang diterimanya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam daripada Ibnu Abbas... ! Dan tak kulihat orang yang lebih mengetahui tentang putusan Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam pengadilan daripadanya ... ! Begitu pula tak ada yang lebih mendalam pengertiannya daripadanya .... Sungguh, ia telah menyediakan waktu untuk mengajarkan fiqih satu hari, tafsir satu hari, riwayat dan strategi perang satu hari, syair satu hari, dan tarikh serta kebudayaan bangsa Arab satu hari .... Serta tak ada yang lebih tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir -Quran, ilmu hisab dan seal pembagian pusaka daripadanya ... ! Dan tidak seorang alim pun yang pergi duduk ke dekatnya kecuali hormat kepadanya, serta tidak seorang pun yang bertanya, kecuali mendapatkan jawaban daripadanya... !" Seorang Muslim penduduk Bashrah melukiskannya pula sebagai berikut: -- (Ibnu Abbas pernah menjadi gubernur di sana, diangkat oleh Ali) "Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara .... 1. Menarik hati pendengar apabila ia berbicara. 2. Memperhatikan setiap ucapan pembicara. 3. Memilih yang teringan apabila memutuskan perkara. 1. Menjauhi sifat mengambil muka. 2. Menjauhi orang-orang yang rendah budi. 3. Menjauhi setiap perbuatan dosa. Sebagaimana kita telah paparkan bahwa Ibnu Abbas adalah orang yang menguasai dan mendalami berbagai cabang ilmu. Maka ia pun menjadi tepatan bagi orang-orang pang mencari ilmu, berbondong-bondong orang datang dari berbagai penjuru negeri Islam untuk mengikuti pendidikan dan mendalami ilmu pengetahuan. Di samping ingatannya yang kuat bahkan luar biasa itu, Ibnu Abbas memiliki pula kecerdasan dan kepintaran yang Istimewa. Alasan yang dikemukakannya bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalam kalbu menghidupkan cahaya iman ....Dan dalam percakapan atau berdialog, tidak saja ia membuat lawannya terdiam, mengerti dan menerima alasan yang dikemukakannya, tetapi juga menyebabkannya diam terpesona, karena manisnya susunan kata dan keahliannya berbicara ... ! Dan bagaimana pun juga banyaknya ilmu dan tepatnya alasan tetapi diskusi atau tukar fikiran itu ... ! Baginya tidak lain hanyalah sebagai suatu slat yang paring ampuh untuk mendapatkan dan mengetahui kebenaran ... ! Dan memang, telah lama ia ditabuti oleh Kaum Khawarij karena logikanya yang tepat dan tajam! Pada suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepada sekelompok besar dari mereka. Maka terjadilah di antaranya dengan mereka percakapan yang amat mempesona, di mana Ibnu Abbas mengarahkan pembicaraan serta menyodorkan alasan dengan cara yang menakjubkan. Dari percakapan yang panjang itu, kita cukup mengutip cupIikan di bawah ini: - Tanya Ibnu Abbas: -- "Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuan menaruh dendam terhadap Ali ... ?" Ujar mereka: -"Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya: - Pertama dalam Agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allah berfirman: '"Tak ada hukum kecuali bagi Allah ... !') Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil barta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal. Sebaliknya bila mereka orang-orang beriman maka haramlah darahnya ... !) Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika ia sudah tidak jadi amir atau kepala bagi orang-orang Mu'min lagi, berarti ia menjadi kepala bagi orang-orang kafir... !"3) Lamunan-lamunan mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, katanya: -- "Mengenai perkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam Agama Allah, maka apa salahnya ... ? Bukankah Allah telah berfirman: "Hai orang-orang beriman! Janganlah halian membunuh binatang buruan, sewaktu halian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupa binatang ternak yang sebanding dengan hewran yang dibunuhnya itu, yang untuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antara kalian sebagai hahimnya ... !" (Q.S. 5 al-hlaidah: 95) Nah, atas nama Allah cobalah jawab: "Manakah yang lebih penting, bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum Muslimin, ataukah bertahkim kepada mereka mengenai seekor kelinci yang harganya seperempat dirham ... ?" Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntas itu. Kemudian "kyai ummat ini" melanjutkan bantahannya: - "Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukan penawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendaki agar ia mengambil Aisyah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dan Ummul Mu'minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnya sebagai barang rampasan ... ?" Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena main, lain menutupi muka mereka dengan tangan ...,sementara Ibnu Abbas beralih kepada soal yang ketiga katanya: - "Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah oleh tuan-tuan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan surat perjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy. Katanya kepada penuiis: "Tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah ... ". Tiba-tiba utusan Qnraisy menyela: 'Demi Allah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentulah kami tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu ... ! Maka tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !" Kata Rasulullah kepada mereka: "Demi Allah, sesungguhnya saya ini Rasulullah walaupun kamu tak hendak mengakuinya…" Lalu kepada penulis surat perjanjian itu diperintahkannya: "Tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !" Demikianlah, dengan cara yang menarik( dan menakjubkan ini, berlangsung soal jawab antara Ibnu Abbas dan golongan Khawarij, hingga belum lagi tukar fikiran itu selesai, duapuluh ribu orang di antara mereka bangkit serentak, menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi Imam Ali... ! Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan semata, tapi di samping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih besar lagi, yakni etika ilmu serta akhlak para ulama. Dalam kedermawanan dan sifat pemurahnya, Ia bagaikan Imam dengan,panji-panjinya. Dilimpah-ruahkannya harta bendanya kepada manusia, persis sebagaimana ia melimpah ruahkan ilmunya kepada mereka.... Orang-orang yang sesama dengannya, pernah menceritakan dirinya sebagai berikut: -- "Tidak sebuah rumah pun kita temui yang lebih banyak makanan, minuman buah-buahan, begitupun ilmu pengetahuannya dari rumah Ibnu Abbas ... !" Di samping itu ia seorang yang berhati suci dan berjiwa bersih, tidak menaruh dendam atau kebencian kepada siapa juga. Keinginannya yang tak pernah menjadi kenyang, ialah harapannya agar setiap orang, baik yang dikenalnya atau tidak, beroleh kebaikan...! Katanya mengenai dirinya: - "Setiap aku mengetahui suatu ayat dari kitabullah, aku berharap kiranya semua manusia mengetahui seperti apa yang kuketahui itu ... ! Dan setiap aku mendengar seorang hakim di antara hakim-hakim Islam melaksanakan keadilan dan memutus sesuatu perkara dengan adil, maka aku merasa gembira dan turut mendu'akannya ..., padahal tak ada hubungan perkara antaraku dengannya ... ! Dan setiap aku mendengar turunnya hujan yang menimpa bumi Muslimin, aku merasa berbahagia, padahal tidak seekor pun binatang ternakku yang digembalakan di bumi tersebut...!" Ia seorang ahli ibadah yang tekun beribadat dan rajin bertaubat ..., sering bangun di tengah malam dan shaum di waktu siang, dan seolah-olah kedua matanya telah hafal akan jalan yang dilalui oleh air matanya di kedua pipinya, karena seringnya ia menangis, balk di kala ia shalat maupun sewaktu membaca alquran ....Dan ketika ia membaca ayat-ayat alquran yang memuat berita duka atau ancaman, apalagi mengenai maut dan saat dibangkitkan, maka isaknya bertambah keras dan sedu sedannya menjadi-jadi ... ! Di samping semua itu, ia juga seorang yang berani, berfikiran sehat dan teguh memegang amanat ... ! Dalam perselisihan yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah, ia mempunyai beberapa pendapat yang menunjukban tingginya kecerdasan dan banyaknya akal serta siasatnya .... Ia lebih mementingkan perdamaian dari peperangan, lebih banyak berusaha dengan jalan lemah lembut daripada kekerasan, dan menggunahan fikiran daripada paksaan...! Tatkala Husein radhiallahu anhu bermaksud hendak pergi ke Irak untuk memerangi Ziad dan Yazid, Ibnu Abbas menasehati Husein, memegang tangannya dan berusaha sekuat daya untuk menghalanginya. Dan tatkala ia mendengar kematiannya, ia amat terpukul, dan tidak keluar-keluar rumah karena amat dukanya. Dan di setiap pertentangan yang timbul antara Muslim dengan Muslim tak ada yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, selain mengacungkan bendera perdamaian, beriunak lembut dan melenyapkan kesalah-pahaman Benar ia ikut tejun dalam peperangan di pihak Imam Ali terhadap Mu'awiyah, tetapi hal itu dilakukannya, tiada lain hanyalah sebagai tamparan keras yang wajib dilakukan terhadap penggerak perpecahan yang mengancam keutuhan Agama dan kesatuan ummat... ! Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dipenuhi dunianya dengan ilmu dan hikmat, dan disebarkan di antara ummat buah nasehat dan ketaqwaannya - • • • Dan pada usianya yang ketujuhpuluh satu tahun, ia terpanggil untuk menemui Tuhannya Yang Maha Agung • - • • Maka kota Thaif pun menyaksikan perarakan besar, di mana seorang Mu'min diiringkan menuju surganya. Dan tatkala tubuh kasamya mendapatkan tempat yang aman dalam kuburnya, angkasa bagai berguncang disebabkan gema janji Allah yang haq: "Wahai jiwa yang aman tenteram! Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalam keadaan ridla dan diridlai. Maka masuklah ke dalam lingkungan hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surgaKu.

Abbas bin Abdul Muththalib radhiallahu 'anhu

Abbas bin Abdul Muththalib radhiallahu 'anhu "Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu, jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan dia akan mengampuni kamu. Dan, Allah Maha Pemgampun lagi Maha Penyayang". (Q.,s. al-Anfaal : 7) Menurut beberapa orang ahli tafsir, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abbas bin Abdul Muththalib, Aqil bin Abdul Muththalib dan Naufal ibnu al-Harits. Abbas bin Abdul Muththalib radhiallahu 'anhu Ia adalah paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan salah seorang yang paling akrab dihatinya dan yang paling dicintainya. Karena itu, beliau senantiasa berkata menegaskan, "Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakiti Abbas sama dengan menyakitiku." Di zaman Jahiliah, ia mengurus kemakmuran Masjidil Haram dan melayani minuman para jamaah haji. Seperti halnya ia akrab di hati Rasulullah, Rasulullah pun dekat sekali di hatinya. Ia pemah menjadi pembantu dan penasihat utamanya dalam bai'at al-Aqabah menghadapi kaum Anshar dari Madinah. Menurut sejarah, ia dilahirkan tiga tahun sebelum kedatangan Pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Baitullah di Mekkah. Ibunya, Natilah binti Khabbab bin Kulaib, adalah seorang wanita Arab pertama yang mengenakan kelambu sutra pada Baitullah al-Haram. Pada waktu Abbas masih anak-anak, ia pemah hilang. Sang ibu lalu bernazar, kalau puteranya itu ditemukan, ia akan mengenakan kelambu sutra pada Baitullah. Tak lama antaranya, Abbas ditemukan, maka iapun menepati nazamya itu Istrinya terkenal dengan panggilan Ummul Fadhal (ibu Si Fadhal) karena anak sulungnya bemama al-Fadhal. Wajahnya tampan. Ia duduk dibelakang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menunaikan haji wada'-nya. Ia meninggal dunia di Syam karena bencana penyakit amuas. Anak-anaknya yang lain sebagai berikut ; yaitu anak kedua, Abdullah, seorang ahli agama yang mendapat doa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, meninggal di Thaif. Ketiga, Qutsam, wajahnya mirip benar dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Ia pergi berjihad ke negeri Khurasan dan meninggal dunia di Samarkand. Keempat, Ma'bad, mati syahid di Afrika. Abdullah (bukan Abdullah yang pertama), orangnya baik, kaya,dan murah hati meninggal dunia di Madinah. Kelima, Puterinya, Ummu Habibah, tidak banyak dibicarakan oleh sejarah. Para ahli sejarah berbeda keterangan tentang Islamnya Abbas. Ada yang mengatakan, sesudah penaklukkan Khaibar. Ada yang mengatakan, lama sebelum Perang Badar. Katamya, ia memberitakan kegiatan kaum musyrikin kepada Nabi di Madinah, dan kaum muslimin yang ada di Mekkah banyak mendapat dukungan dari beliau. Kabamya, ia pemah menyatakan keinginannya untuk hijrah ke Madinah, tapi Rasulullah menyatakan, "Kau lebih baik tinggal di Mekah ". Keterangan kedua ini dikuatkan oleh keterangan Abu Rafi', pembantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Pada waktu itu, ketika aku masih kanak-kanak, aku rnenjadi pembantu di rumah Abbas bin Abdul Muththalib. Ternyata, pada waktu itu, Islam sudah masuk ke dalam rumah tangganya. baik Abbas maupun Ummul Fadhal, keduanya sudah masuk Islam. Akan tetapi, Abbas takut kaumnya mengetahui dan terpecah-belah, lalu ia menyembunyikan keislamannya." Ia selalu menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Ka'bah. Ka'ab bin Malik mengutarakan, "Kami (saya dan al-Barra' bin Ma'rur) mencari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami tidak tahu dan tidak mengenal Rasulullah sebelumnya. Kami bertemu dengan seorang penduduk kota Mekkah. Kami tanyakan di mana kami bisa menemui Rasulullah. Ia balik bertanya, 'Apakah kalian berdua mengenalnya?' Kami menjawab, 'Tidak!'. Ia lalu bertanya, 'Kalian mengenal Abbas bin Abdul Muththalib, pamannya?' Kami menjawab, 'Ya!' Memang kami sudah mengenalnya karena ia sering datang ke negeri kami membawa dagangan. Orang tadi lalu berkata, 'Kalau kalian masuk ke Masjidil Haram, orang yang duduk di sebelah Abbas itulah orang yang kalian cari!". Kemudian, kami masuk ke Masjidil Haram. Ternyata, kami menemukan Abbas duduk di sana dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk di sebelahnya". Abbas radhiallahu 'anhu mempunyai peran penting yang tidak bisa diabaikan dalam baiat al-Aqabah. Ia orang pertama yang berpidato dalam majelis itu. Ia berkata "Wahai kaum Khazraj, (pada masa itu, suku al-Aus dan al-Khazraj dipanggil dengan al-Khazraj saja) kalian seperti yang saya ketahui telah mengundang datang Muhammad. Ketahuilah bahwa Muhammad itu orang yang paling mulia di tengah-tengah familinya. Ia dibela oleh orang orang yang sepaham dan orang-orang yang tidak sepaham dengan pikirannya demi memelihara nama baik keluarga. Muhammad sudah menolak tawaran orang lain selain kalian. Kalau kalian memiliki kekuatan, ketabahan, dan pengertian tentang ilmu peperangan, mempunyai kekuatan menghadapi persekutuan dan permusuhan seluruh bangsa Arab, karena mereka akan menyerang kalian dengan satu busur dan satu anak panah, maka camkanlah baik-baik terlebih dahulu, rembukkanlah antara kalian dengan mufakat dan sepakat bulat dalam majelis ini karena sebaik-baik bicara itu ialah yang jujur." Kata-kata itu menunjukkan pengetahuannya yang luas dan pemikiran yang cerdas tentang berbagai persoalan. Ia ingin mengenali hakikat kaum Anshar dan membangkitkan kesiapsiagaan mereka. Ia lalu berkata lagi, "Cobalah kalian ceritakan kepadaku bagaimana kalian berperang menghadapi musuh?". Abdullah bin Amru bin Haram bangkit memberikan jawaban, "Percayalah bahwa kami adalah ahli perang. Kami memperoleh keahlian itu berkat kebiasaan dan latihan kami dan berkat warisan nenek moyang kami. Kami lepaskan anak panah kami sampai habis, lalu kami mainkan tombak kami sampai patah, kemudian kami menyerang dengan pedang, berperang tanding hingga tewas atau menewaskan musuh kami". Cerahlah wajah Abbas mendengarkan keterangan mereka itu dan amanlah rasanya untuk menyerahkan keponakannya itu, seorang yang paling dekat di hatinya. Seperti ada yang ia lupakan, ia berkata lagi, "Kalian mengatakan ahli peperangan. Apakah kalian mempunyai baju besi?". "Ya, lengkap," jawab mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaiat mereka dan Abbas mengambil tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengukuhkan baiat itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Yatsrib sedangkan Abbas tinggal di Mekah, mendengarkan berita Rasulullah dan kaum Muhajirin, dan mengirimkan berita-berita kaum Quraisy, hingga berkecamuknya Perang Badar. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam, tahu bahwa Abbas dan keluarganya dipaksa keluar berperang oleh Quraisy sedangkan mereka tidak berdaya mengelak. Rasulullah bersabda, "Aku tahu ada orang-orang dari Bani Hasyim dan lain-lain yang terpaksa keluar. Mereka tidak mempunyai kepentingan untuk memerangi kami. Siapa di antara kalian yang menjumpai mereka, orang-orang dari Bani Hasyim, janganlah dibunuh; siapa yang menjumpai Abbas bin AbduI Muththalib, paman Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam., janganlah di bunuh karena ia keluar berperang karena terpaksa". Keterangan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. itu tersebar luas di kalangan orang yang pergi ke Badar. Kaum mukminin menerima baik perintahnya itu. Kecuali Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah, yang berucap dengan lantang, "Kami membunuh bapak kami, anak-anak kami, saudara-saudara dan keluarga kami, lalu kami akan membiarkan Abbas? Demi Allah, kalau aku menjumpainya, aku akan memancungnya dengan pedangku ini!" Kata-katanya itu terdengar oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam., lalu beliau berkata kepada Umar ibnul Khaththab, "Ya Aba Hafsah,ada juga orang yang mau menghantam wajah paman Rasullullah dengan pedangnya!" "Biarkanlah, ya Rasulullah, aku penggal leher Abu Hudzaifah itu dengan pedangku ini. Demi Allah, dia itu seorang munafik," ucap Umar. Akan tetapi, Rasulullah tidak membiarkan Umar bertindak membunuh kawan-kawanya yang bersalah. Beliau membiarkan mereka bertobat dan menebus dosanya masing-amsing. Ternayta, Abu hudzaifah sangat menyesali kata-katanya itu dan senantiasa mengulang-ulang perkataanya, "Demi Allah, rasanya hatiku tidak aman atas kata-kata yang pernah kaku yucapkan dahulu dan aku senantiasa dikejar-kejar rasa takut olehnya, sebelum Allah memberikan tebusan kepadaku dengan syahadah!" Ternyata, harapannya itu Allah penuhi, ia tewas sebagai syahid dalam Perang Yamamah. Pada suatu hari, Abbas pergi berhijarah ke Medinah bersama Naufal ibnul Harits. Ahli sejarah berbeda pendapat tentang tarikh hijrahnya, namun mereka sependapat bahwa Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.telah membemberikan sebidang tanah kepadanya berdekatan dengan tempat kediamannya. Di Madinah terjadi pertengkaran antara seseorang dengan Abbas, yang berakar sejak zaman Jahiliah, di mana orang itu memaki-maki ayah Abbas. Gangguan orang itu terhadap Abbas terjadi berualng-ulang sehingga menyakitkan hatinya, lalu ia ditamparnya. Kabilah orang itu tidak senang hati, mereka siap-siap akan menuntut balas. Mereka berkata, "Demi Allah, kami akan menamparnya seperti ia menampar saudara kami!" Ancaman mereka itu terdengar oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam , lalu beliau mengumpulkan kaum muslimin dan naik ke atas mimbar, seraya memanjatkan puja dan puji kepada Allah Subhânahu wata'âla dan bersabda, "Wahai para hadirin, tahukah kalian, siapa orang yang paling mulia di sisi Allah Subhânahu wata'âla?" "Engkau, ya Rasulullah!" jawab hadirin. "Tahukah kalian bahwa Abbas itu dariku dan aku darinya? Janganlah kalian mengumpat orang-orang yang sudah mati, jangan sampai menyakiti kita yang masih hidup." Kabilah orang itu datang mengahadap Rasulullah seraya berkata, "Ya Rasulullah, kami mohon perlindungan Allah dari kegusaranmu, maafkanlah dosa kami, ya Rasulullah." Pernyataan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam tersebut menguatkan keterangan Abu Majas radhiallâhu 'anhu. tentang sabdanya, "Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakitinya sama dengan menyakitiku." Pada suatu hari, Abbas datang menghadap Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Dan bermohon dengan penuh harap, "Ya Rasulullah, apakah engkau tidak suka mengangkat aku menjadi pejabat pemerintahan?" Berdasarkan pengalaman, ia seorang yang berpikiran cerdik, berpengetahuan luas, dan mengetahui liku-liku jiwa orang, namun Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam tidak ingin mengangkat pamannya menjadi kepala pemerintahan; ia tidak ingin pamannya dibebani tugas pemerintahan. Ia menjawab harapan pamannya itu dengan manis dan penuh pengertian, "Wahai paman Nabi, menyelamatkan sebuah jiwa lebih baik daripada menghitung-hitung jabatan pemerintahan." Ternyata Abbas menerima dengan senang hati pendapat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam., tetapi malah Ali bin Abi Thalib radhiallâhu 'anhu yang kurang puas. Ia lalu berkata kepada Abbas, "Kalau kau ditolak menjadi pejabat pemerintahan, mintalah diangkat menjadi pejabat pemungut sedekah!" Sekali lagi Abbas menghadap Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam untuk meminta seperti yang dianjurkan Ali bin Abi Thalib itu, lalu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya ,"Wahai pamanku, tak mungkin aku mengangkatmu mengurusi cucian (kotoran) dosa orang." Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.seorang yang paling akrab dan paling kasih kepadanya, tidak mau mengangkatnya menjadi pejabat pemerintahan atau pengurus sedekah, bahkan ia tidak diberi kesemopatan dan harapan mengurusi soal-soal yang bersifat duniawi, tetapi menekannya supaya lebih menekuni soal-soal ukhrawi. Untuk yang ketiga kalinya, pamannya itu datang menghadapnya dan berharap dengan penuh kerendahan hati, "Aku ini pamanmu, usiaku sudah lanjut, dan ajalku sudah hampir. Ajarilah aku sesuatu yang kiranya berguna bagiku di sisi Allah!" Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Menjawab, "Ya Abbas, engkau pamanku dan aku tidak berdaya sedikitpun dalam masalah yang berkenaan dengan Allah, tetapi mohonlah selalu kepada Tuhanmu ampunan dan kesehatan!" Sesudah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.menuiakan risalah Alalh Subhânahu wata'âla dengan baik, manyampaikan agamaNya yang lengkap kepada para pewarisnya, maka ia kembali ke rahmatullah dengan tenang. Ternyata Abbas orang yang paling merasa kesepian atas kepergiannya itu. Abbas hidup terhormat di bawah pemerintrahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, kemudian menyusul pemerintahan Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu.. Tiap kali Khalifah hendak ke masjid ia selalu harus melewati rumah Abbas. Di atas rumahnya itu terdapat sebuah pancuran air. Pada suatu hari, ketika Khalifah Umar pergi ke masjid dengan pakaian rapi hendak menghadiri shalat jamaah, tiba-tiba pancuran air itu menumpahkan airnya dan mengenai pakaian Umat. Ia kembali pulang untuk mengganti pakaian dan memerintahkan supaya pancuran itu dibuka. Sesudah beliau selesai shalat, datanglah Abbas seraya berkata, "Demi Allah, pancuran itu diletakkan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.." Khalifah Umar menjawab, "Aku mohon kepadamu supaya engkau memasang kembali pancuran itu di tempat yang diletakkan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dengan menaiki pundakku." Abbas menerima baik harapan Umar untuk memperbaiki kesalahannya itu. Abbas tidak marah, tidak mendendam di dalam hati, tetapi ia mengingatkan Umar bahwa yang meletakkan pancuran itu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Hati Umar yang terkenal keras dan kuat-kuat tiba-tiba bergetar ketakutan, bagaimana ia memerintahkan mencabut apa yang dipasang Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Ia rela menebus kesalahannya itu dengan menyuruh Abbas menaiki pundaknya untuk mengembalikan pancuran air itu ketempatnya semula. Setelah itu, ia memberikan ciuman cinta dan pengharagaan kepada paman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam itu. Masjid Nabawi di Madinah kian hari kian menjadi kecil karena bilangan kaum muslimin dari hari ke hari makin bertambah dengan pesatnya. Khalifah Umar berpikir akan memperluasnya dengna membeli rumah-rumah yang ada di sekitar masjid itu. Semua bangunan yang ada disekitarnya sudah dibeli kecuali rumah Abbas bin Abdullah Muththalib. Apa mungkin ia menyumbangkan harganya kelak di Baitulmal ataukah ia akan menerima harga ganti ruginya? Khalifah Umar datang menemuinya seraya berkata, "Ya Abal Fadhal, engkau lihat, masjid sudah sempit sekali karena banyaknya orang shalat di dalamnya. Aku sudah memerintahkan untuk membeli tanah dan bangunan yang ada disekitarnya untuk memperbesar bangunan masjid, kecuali rumahmu dan kamar-kamar Ummahatul Mu'minin yang belum. Kalau kamar-akmar Ummuhatul Mu'minin rasanya tidak mungkin kami membeli dan membongkarnya, tapi rumahmu jual-lah kepada kami berapa pun yang engkau kehendaki dari Baitulmal supaya bisa meluaskan bangunan masjid." Abbas menjawab, "Aku tidak mau." Umar berkata; "Pilihlah satu diantara tiga: engkau menjual berapa pun yang engkau kehendaki dari Baitulmal, atau aku akan menggantinya dengan bangunan lain yang akan aku bangunkan untukmu dari Baitulmal di daerah manapun di Madinah yang engkau kehendaki, atau engkau berikan sebagai sedekah kepada muslimin untuk meluaskan masjid mereka." Abbas berkeras, "Aku tidak mau terima semaunya." Umar berharap, "Angkatlah seorang penengah antara kami berdua kalau engkau mau.' Abbas menjawab, "Aku setuju mengangkat Ubai bin Ka'ab." Keduanya pergi menemui Ubai bin Ka'ab, lalu kepadanya diceritakan segala sesuatunya dan dimintai pendapatnya. Ubai berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda, "Allah Subhânahu wata'âla pernah mewahyukan kepada Nabi Daud, 'Bangunlah untuk-Ku sebuah rumah tempat orang-orang menyebut nama-Ku di sana.' Nabi Daud lalu merencanakan pembangunannya di Baitul Maqdis. Dalam perencanaan itu mengenai rumah seorang Bani Israel. Nabi Daud menawarkan kepada orang itu untuk menjual rumahnya, tapi ia menolak. Tiba-tiba terpikir dalam benak Nabi Daud untuk mengambilnya dengan paksa. Allah Subhânahu wata'âla lalu mewahyukan kepadanya, 'Hai Daud, aku menyuruhmu membangun untuk-Ku sebuah rumah tempat orang menyebut nama-Ku pemaksaan itu bukan watak-Ku. Karena itu, sebagai sanksinya, kau tidak usah membangunnya!' Nabi Daud menjawab, 'Ya Allah, aku lakukan pada anakku!' Allah berfirman lagi, 'Siapa anakmu?"" Khafilah Umar tidak bisa lagi menahan marahnya, lalu ia menyambar baju Ubai bin Ka'ab dan menggiringnya ke masjid seraya berkata, "Aku mengharapkan dukunganmu, malah kau menyudutkan aku. Kau harus membuktikan keteranganmu di hadapan kaum muslimin!" Ia membawanya ke tengah-tengah halaqah yang diselenggarakan shahabat Rasulullah di masjid Nabawi, dimana antara lain terdapat Abu Dzar radhiallâhu 'anhu.Umar lalu berkata kepada para hadirin, "Saya mengharap dengan nama Allah, adakah diantara kalian yang mendengarkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.berbicara tentang Baitul Maqdis, ketika Alalh memerintahkan Nabi Daud untuk mendirikan rumah-Nya tempat orang menyebut-nyebut namaNya?" Abu Dzar radhiallâhu 'anhu menjawab' "Ya, saya mendengar!" Disambut oleh yang lain, "Ya, saya juga mendengar!" Dari sudut sana ada pula yang menyambung, "Saya juga mendengar!" Khalifah Umar radhiallâhu 'anhu lalu berkata kepada Abbas radhiallâhu 'anhu, "pergilah! Aku tidak akan menuntutmu membongkar rumahmu." Abbas radhiallâhu 'anhu berkata, "Kalau demikian sikapmu maka aku menyatakan bahwa rumahku kusedekahkan untuk kepentingan kaum muslimin. Silahkan perluas masjid mereka. Akan tetapi, kalau kau akan mengambilnya dengan tekanan dan pemaksaan, aku tidak akan mengalah." Memang Khalifah Umar radhiallâhu 'anhu bertindak setengah memaksa karena proyek itu menyangkut kepentingan kaum muslimin dan dianggap tidak bertentangan dengan hukum Allah. Akan tetapi, apabila ada nash jelas maka tidak berlaku ijtihadnya. Ia harus tunduk dan menerima baik syariat Allah dan RasulNya. Sesudah Abbas melihat ketundukan Khalifah Umar kepada hukum dan perundang-undangan, ia tidak lagi mengandalkan kekuasaannya selaku kepala pemerintahan atau akan merampas haknya yang dijamin oleh undang-undang dan dilindungi oleh Islam, tetapi ia benar-benar berjuang demi kesehjahteraan kaum muslimin, maka ia pun memutuskan untuk menyerahkan rumahnya itu sebagai hibah dan sedekah untuk meluaskan masjid kaum muslimin. Demikian tokoh-tokoh model "sekolah Rasulullah" dan "sekolah Al-Qur'anul Karim" radhiallahu 'anhum ajma'in. Mereka angkatan kaum muslimin yang pertama, yang telah membawa panji Islam ke seluruh jagat raya ini, yang telah membangkitkan peradaban umat manusia, yang mengajar dan mendidik manusia maju dan mengenali peradaban antara agama kebenaran dan kebatilan. Pada suatu hari dalam pemerintahan Khalifah Umar, terjadilah paceklik hebat dan kemarau ganas. Orang-orang berdatangan kepada Khalifah untuk mengadukan kesulitan dan kelaparan yang melanda daerahnya masing-masing. Umar menganjurkan kepada muslimin yang berkemampuan supaya mengulurkan tangan membantu saudara-saudaranya yang ditimpa kekurangan dan kelaparan itu. Kepada para penguasa di daerah diperintahkan supaya mengirimkan kelebihan daerahnya ke pusat. Ka'ab masuk menemui Khalifah Umar seraya mengutrarakan, "Ya Amirul Mukminin, biasanya Bani Israel kalau menghadapi bencana semacam ini, mereka meminta hujan dengan kelompok para nabi mereka." Umar berakta, "Ini dia paman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.dan saudara kandung ayahnya. Lagi pula, ia pimpinan bani Hasyim." Khalifah Umar pergi kepada Abbas dan menceritakan kesulitan besar yang dialami umat akibat kemarau panjang dan paceklik itu, kemudian ia naik mimbar bersama Abbas seraya berdoa, "Ya Allah, kami menghadapkan diri kepadaMu bersama dengan paman Nabi kami dan saudara kandung ayahnya, maka turunkanlah hujan-Mu dan janganlah kami sampai putus asa!" Abbas lalu meneruskan, memulai doanya dengan puja dan puji kepada Allah Subhânahu wata'âla, "Ya Allah, Engkau yang mempunyai awan dan Engkau pula yang mempunyai air. Sebarkanlah awan-Mu dan turunkanlah air-Mu kepada kami. Hidupkanlah semua tumbuh-tumbuhan dan suburkanlah semua air susu". Ya Allah, Engkau tidak mungkin menurunkan bencana kecuali karena dosa dan Engkau tidak akan mengangkat bencana kecuali karena tobat. Kini, umat ini sudah menghadapkan dirinya kepada-Mu maka turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, kami memohon belas kasih-Mu atas nama diri kami dan keluarga kami. Ya Allah, kami memohon belas kasih-Mu atas nama makhluk-Mu yang tidak bicara, atas nama hewan ternak kami. Ya Allah, hujanilah kami dengan hujan keselamatan yang berdaya guna. Ya Allah, kami mengadukan semua bencana orang yang menderita kelaparan, telanjang, ketakutan, dan semua orang yang menderita kelemahan. Ya Allah selamatkan mereka dengan hujan-Mu sebelum mereka berputus asa dan celaka. Sesungguhnya, tidak akan berputus asa dengan rahmat karunia-Mu kecuali orang-orang yang kafir." Ternyata doanya itu langsung diterima dan disambut Allah Subhânahu wata'âla. Hujan lebat turun dan tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan suburnya. Orang-orang bersyukur kepada Allah Subhânahu wata'âla dan mengucapkan selamat kepada Abbas, "Selamat kepadamu, wahai Saqil Haramain, yang mengurusi minuman orang di Mekah dan Madinah." Abbas hidup terhormat, baik oleh kaum muslimin maupun oleh para Khulafaur Rasyidin. Kalau ia berjalan dan berpapasan dengan Umar atau Utsman yang sedang berkendaraan, keduanya turun dari kendaraannya, seraya berkata, "Paman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.!" Sudah menjadi sunnatullah, setiap permulaan ada penghabisannya, setiap perjalanan ada perhentiannya, demikian pula dengan Abbas radhiallâhu 'anhu, perjalanan hidupnya terhenti dan kembali ke rahmatullah menyusul keponakkannya Shallallâhu 'alaihi wasallam dan rekan-rekannya yang lain, pada hari Jumat tanggal 12 Rajab 32 Hijrah, dalam usia 82 tahun, dan dikebumikan di al-Baqi' di Madinah, rahimullah wa radhiallahu'anhu. Sebab Turunya Ayat Dalam Perang Badar yang berkecamuk antara kaum muslimin dan kaum musyrikin, Abbas berhasil ditawan oleh Abul Yusr, Ka'ab bin Amru, yang menurut Ahli sejarah kedua tangannya kurus dan perawakannya juga lemah, sedangkan Abbas seorang yang tinggi besar. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bertanya keheranan, "Ya Abal Yusr, bagaimana kau bisa menawan Abbas?" "Ya Rasulullah, aku dibantu oleh seorang yang belum pernah kulihat sebelum dan sesudah itu (lalu ia mengutarakan ciri-ciri dan perawakan orang itu)," jawab Abul Yusr. "Kau dibantu oleh seorang malaikat yang pemurah," sabda Rasulullah. Ketika Abbas jatuh sebagai tawanan, pertanyaan pertama yang terlontar adalah tentang keadaan Muhammad kepada yang menawannya, "Bagaimana keadaan Muhammad dalam peperangan ini?" "Allah memuliakan dan menenangkannya," jawabnya. "Segala sesuatu selain Allah rusak. Kini, apa maumu?" tanya Abbas "Rasulullah melarang kami membunuhmu," jawabnya. "Itu bukan kebaikannya yang pertama." Abbas diborgol dan dikumpulkan bersama tawanan perang lainya. Kiranya, ikatannya terlalu keras sehingga ia merintih kesakitan. Ternyata rintihan itu terdengar oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Beliau gelisah dan tidak bisa memejamkan matanya. Berapa orang shahabat yang melihatnya belum tidur, menegurnya, "Wahai Nabi Allah, sudah jauh malam, engkau belum tidur?" "Aku mendengar riuntihan Abbas," jawab Nabi. Orang itu lalu pergi melonggarkan ikatannya, kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.bertanya lagi, "Mengapa sekarang aku tidak mendengarkan rintihannya?" "Aku longgarkan ikatannya, ya Rasulullah," jawab shahabat "Lakukanlah juga terhadap semua tawanan lainnya," perintah Nabi. Pagi harinya, semua tawanan dihadapkan kepada Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Akhirnya, sampai giliran Abbas. Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda, "Ya Abbas, tebuslah dirimu dan keponakanmu aqil bin Abi Thalib, Naufal bin al-Harits, dan teman karibmu Utbah bin Amru bin Jahdam karena engkau seorang kaya." "Ya Rasulullah, saya ini seorang Muslim, tetapi saya dipaksa ikut berperang oleh mereka," ucap Abbas. "Allah saja yang Maha Tahu dengan keislamanmu itu: kalau pengakuanmu itu benar, Allah akan mengganjarmu, namun aku melihatmu dari segi lahirmu maka bayarlah tebusanmu itu." 'Aku tidak mempunyai uang, ya Rasulullah." "Mana uang yang kau simpan pada Ummul Fadhal, isterimu, ketika kau hendak keluar ikut berperang, lalu pesanmu kepadanya, 'Kalau aku tewas dalam peperangan, uang itu dibagi-bagikan antara kau, Fadhal, Abdullah, Ubaidullah, dan Qatsam.'?" tanya Rasulullah. "Dari mana kau tahu ini padahal aku tidak pernah memberitahukan hal itu kepada siapa pun?" tanya Abbas keheranan. "Allah Subhânahu wata'âla Yang memberitahukan rahasiamu itu," jawab Nabi. "Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan engkau benar-benar rasul Allah, bahwa kau seorang yang jujur." Pada saat itu, turunlah firman Allah Subhânahu wata'âla. "Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu:"Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.,S. al-Anfal: 70) Abbas berkomentar, "Allah berkenan menepati janji-Nya kepadaku, memberikan kebaikan lebih dari apa yang diambil: 20 uqiyah diganti dengan 20 orang budak. Kini, aku sedang menantikan pengampun-Nya. Aku diberi kuasa mengurus air zamzam dan aku bisa merasa bangga lebih dari itu, meskipun aku memiliki semua harta penduduk kota Mekkah. Kini, aku sedang menantikan pengampunan-Nya." Akan tetapi, darimana ia memiliki harta bila membeli dua puluh orang budak dan tiap budak memiliki modal edar yang diperdagangkan? Ibnu Sa'ad dalam bukunya, ath-Thabaqat al-kubra, menyebutkan bahwa al-Ala' bin al-Hadhrami mengirimkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam. Harta benda sebanyak 80.000. Belum pernah Nabi menerima lebih dari itu. Kemudian Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam mengundang kaum muslimin. Begitu mereka melihat timbunan harta itu, penuh sesaklah masjid dengan orang-orang. Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam membagi-bagikan hartra itu seolah-olah tanpa perhitungan dan pertimbangan, masing-masing diberikan segenggam. Abbas datang, lalu berkata kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam., "Ya Rasulullah, aku telah memberikan tebusanku dan tebusan Aqil bin Abi Thalib dalam perang Badar. Aqil tidak punya uang penggantinya. Berikan aku dari uang ini!" Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam tertawa lebar sehingga terlihat gigi taringnya, lalu bersabda, "Harta itu diambil seperlunya; yang lain dikembalikan!" Ia lalu pergi dengan mengambil seperlunya, seraya berucap, "Janji Allah kepadaku, yang satu sudah ditepati dan yang lain aku belum tahu!" Renungan Abas bin Abdul Muththalib radhiallâhu 'anhu, paman Rasululah Shallallâhu 'alaihi wasallam dan saudara kandung ayahnya, termasuk salah seorang tokoh shahabat yang ikut mengibarkan panji Islam dan menyebarkan dakwahnya. Sepak terjangnya dicatat sejarah dengan tinta emas dalam baiat al-Aqabah al-Kubra, ia bertindak sebagai seorang penasihat dan perunding ahli, menyertai keponakannya dalam majelis itu, membentangkan sikapnya dengan tepat, dan mengamati sikap kaum Anshar yang hendak menerima kedatangannya ke Madinah dengan cermat. Ia memberikan gambaran kepada mereka akan bahaya dan resiko yang akan mereka hadapi sepanjang hidup mereka jika menerima Muhammad Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Bangsa Arab tidak akan membiarkan Muhammad dan dakwahnya berkembang dengan mulus kecuali kalau mereka terpaksa. Pada akhir perundingan, sesudah ia yakin bahwa kaum Anshar dari Yastrib itu terdiri atas para pahlawan yang berbudi luhur yang bisa dipercaya dan menerima keponakannya, barulah ia bangkit mempertemukan tangan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dengan tangan wakil kaum Anshar itu sebagai tanda baiat disetujui dan janji setia dimulai, disertai doa harap kepada Allah Subhanahu wata'ala mudah-mudahan persekutuannya yang luhur akan melindungi agama-Nya dan Dia memberi taufiq dan hidayah-Nya. Ketika Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam. Hijrah ke Yastrib, Abbas menyatakan hasratnya akan menyusul ke sana. Akan tetapi, beliau mencegahnya dan menganjurkan supaya tinggal di Makkah saja dulu supaya bisa mendukung semangat kaum mustadh'afin di Mekah yang belum bisa hijrah meninggalkan Mekah. Abbas patuh kepada perintah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Itu. ia tinggal di Mekkah bersama kelompok kaum muslimin yang belum sanggup pergi berhijrah, menyiapkan kesempatan dan bekal mereka, menutup utang-utang mereka, mengamati gerak-gerik kaum Quraisy supaya selalu diketahui Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam.dan tidak bisa mengadakan serangan mendadak kepada mereka. Pada permulaan Islam, Abbas banyak melunasi utan kaum muslimin yang fakir misjkin. Pada zaman kita sekarang ini, alangkah perlunya kita kepada seorang Abbas modern yang sudi menyelamatkan umat agar tidak menjadi mangsa pengikut komunis dan kapitalis Barat, dan berdiri tegak membendung invasi ideologi dan kristenisasi di kalangan kaum muslimin. Ia menjadi tawanan dalam Perang Badar, ia diborgol dan diringkus bersama tawanan yang lain. Ketika borgolnya dilonggarkan, para tawanan yang lain pun harus dilonggarkan. Tawanan lain harus, membayar uang tebusan, Abbas pun harus membayar uang tebusan diri dan keluarganya. Itulah Islam, tidak ada sistem famili atau keluarga, tidak mengutamakan kawan atau kenalan. Tolak ukur keutamaan seseorang hanyalah karena ketakwaan dan amal salehnya. Pada suatu hari, Khalifah Umar ibnul Khaththab yang terkenal sebagai penakluk kekaisaran Romawi dan Persia itu, mencabut pancuran air dari rumah Abbas. Sesudah diberitahukan bahwa pancuran itu dahulu dipasang oleh kedua tangan Rasulullah sendiri. Umar menggigil ketakutan; apakah ia akan menyingkirkan apa yang diletakkan Rasulullah? Beranikah ia membongkar apa yang dibangun Rasulullah? Umar resah dan gelisah atas perbuatannya. Ia mengumpat dan mengutuk kelancangannya itu. Barulah ia puas sesudah Abbas menerima baik sarannya untuk mengembalikan pemasangan pancuran. Tiba giliran Umar untuk memperluas masjid Nabawi. Sebagai khalifah kaum muslimin, sebagai panglima Angkatan Perang Islam, ia mempunyai kekuatan penuh untuk merampas dan mengganti rugi dari Baitul mal, demi kepentingan kaum muslimin, selama tidak bertentangan dengan hukum agama. Sikap Umar untuk menggusur rumah Abbas itu rupanya kurang berkenan di hatinya, meskipun ia akan diganti rugi. Ia tidak mau menjual apa yang diberikan Rasulullah itu dan tidak sudi menerima ganti ruginya. Ia berikan sebagai sedekah karena Allah, demi kepentingan kaum muslimin, sesudah Umar bersikap lemah-lembut tidak disertai paksaan dan kekuasaannya. (Senin, 16/7/2001=24/4/1422)

ABBAD BIN BISYIR

SELALU DISERTAI CAHAYA ALLAH Ketika Mush'ah bin Umeir tiba di Madinah-sebagai utusan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah bai'at kepada Nabi dan membimbing mereka melakukan shalat, maka'Abbad bin Bisyir radhiallahu anhu adalah seorang budiman yang telah dibukakan Allah hatinya untuk menerima kebaikan. la datang menghadiri majlis Mush'ab dan mendengarkan da'wahnya, lain diulurkan tangannya mengangkat bai'at memeluk Islam. Dan semenjak saat itu mulailah ia menempati kedudukan utama di antara orang-olang Anshar yang diridlai oleh Allah serta mereka ridla kepada Allah .... Kemudian Nabi pindah ke Madinah, setelah lebih dulu orang-orang Mu'min dari.Eulekah tiba di sana. Dan mulailah terjadi peperangan-peperangan dalam mempertahankan diri dari serangan-serangan kafir Quraisy dan sekutunya yang tak henti-hentinya memburu Nabi dan ummat Islam. Kekuatan pembawa cahaya dan kebaikan bertarung dengan kekuatan gelap dan kejahatan. Dan pada setiap peperangan itu 'Abbad bin Bisyir berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian dengan cara yang amat mengagumkan .... Dan mungkin peristiwa yang kita paparkan di bawah ini dapat mengungkapkan sekelumit dari kepahlawanan tokoh Mu'min ini.... Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dan Kaum Muslimin selesai menghadapi perang Dzatur Riqa', mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam :memilih beberapa orang shahabatnya untuk berkawal secara bergiliran. Di antara mereka terpiiih 'Ammar bin Yasir dan 'Abbad bin Bisyir yang berada pada satu kelompok. Karena dilihat oleh 'Abbad bahwa kawannya 'Ammar sedang lelah, di usul kannyalah agar 'Ammar tidur lebih dulu dan ia akan berkawal. Dan nanti bila ia telah mendapatban istirahat yang cukup, maka giliran 'Ammar pula berkawal menggantikannya. 'Abbad melihat bahwa lingkungan sehelilingnya aman. Maka timbullah fikirannya, kenapa ia tidak mengisi waktunya dengan melakukan shalat, hingga pahala yang akan diperoleh akan jadi berlipat ... ? Demikianlah ia bangkit melakukannya .... Tiba-tiba sementara ia berdiri sedang membaca sebuah surat Al-Quran setelah al-Fatihah sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Maka dicabutnya anak panah itu dan diteruskannya shalatnya..... Tidak lama antaranya mendesing pula anak panah kedua yang mengenai anggota badannya. Tetapi ia tak hendak menghentikan shalatnya hanya dicabutnya anak panah itu seperti yang pertama tadi, dan dilanjutkannya bacaan surat. Kemudian dalam gelap malam itu musuh memanahnya lalu untuk ketiga kalinya. 'Abbad menarik anak panah itu dan mengakhiri bacaan surat. Setelah itu ia ruku' dan sujud ...,sementara tenaganya telah lemah disebabkan sakit dan lelah. Lalu antara sujud itu diulurkannya tangannya kepada kawanya yang sedang tidur di sampingnya dan ditarik-tariknya ia sampai terbangun. Dalam pada itu ia bangkit dari sujudnya dan membaca tasyahud, lalu menyelesaikan shalatnya. 'Ammar terbangun mendengar suara kawannya yang tak putus-putus menahan sakit: "Gantikan daku mengawal ..., karena aku telah kena... !"'Ammar menghambur dari tidurnya hingga menimbulkan kegaduhan dan takutnya musuh yang menyelinap. Mereka melarikan diri, sedang 'Ammar berpaling kepada temannya seraya katanya: "Subhanallah ... ! Kenapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah yang pertama kali tadi...," Ujar 'Abbad: - "Ketika daku shalat tadi, aku membaca beberapa ayat al-Quran yang amat mengharukan hatiku, hingga aku tak ingin untuk memutuskannya ... ! Dan demi Allah, aku tidaklah akan menyia-nyiakan pos penjagaan yang ditugaskan Rasul kepada kita menjaganya, sungguh, aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca itu ... !" 'Abbad amat cinta sebali kepada Allah, kepada Rasul dan kepada Agamanya .... Kecintaan itu memenuhi segenap perasaan dan seluruh kehidupannya. Dan semenjak Nabi shallallahu alaihi wasalam berpidato dan mengarahkan pembicaraannya kepada Kaum Ansbar, ia termasuk salah seorang di antara mereka. Sabdanya: "Hai golongan Anshar... ! Kalian adalah inti, sedang golongan lain bagai kulit ari! Maka tak mungkin aku dicederai oleh pihak kalian ..,!'' Semenjak itu, yakni semenjak 'Abbad mendengar ucapan ini dari Rasulnya, dari guru dan pembimbingnya kepada Allah, dan ia rela menyerahkan harta benda nyawa dan hidupnya di jaIan Allah dan di JaIan Rasul-Nya ..., maka kita temui dia di arena pengurbanan dan di medan iaga muncul sebagai orang pertama, sebaliknya di waktu pembagian keuntungan dan harta rampasan, sukar untuk ditemubannya Di samping itu ia adalah seorang ahli ibadah yang tekun ..., seorang pahlawan yang gigih dalam berjuang ...,seorang dermawan yang rela berqurban ...,dan seorang mu'min sejati yang telah membaktikan hidupnya untuk keimanannya ini ... ! Keutamaannya ini telah dikenai luas di antara shahabat-shahabat Rasul. Dan Aisyah radhiallahu anha Ummul Mu'minin pernah mengatakan tentang dirinya: Ada tiga orang Anshar yang keutamaannya tak dapat diatasi oleh seorang pun juga yaitu: Sa'ad bin Mu'adz, Useid bin Hudlair dan 'Abbad bin Bisyir... !" Orang-orang Islam angkatan pertama mengetahui bahwa 'Abbad adalah seorang tokoh yang beroleh karunia berupa cahaya dari Allah .... Penglihatannya yang jelas dan beroleh penerangan, dapat mengetahui tempat-tempat yang baik dan meyakinkan tanpa mencarinya dengan susah-payah. Bahkan kepercayaan shahabat-shahabatnya mengenai cahaya ini sampai ke suatu tingkat yang lebih tinggi, bahwa ia merupakan benda yang dapat terlihat. Mereka sama sekata bahwa bila 'Abbad berjalan di waktu malam, terbitlah daripadanya berkas-berkas cahaya dan sinar yang menerangi baginya jalan yang akan ditempuh .... Dalam peperangan menghadapi orang-orang murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasalam maka 'Abbad memikul tanggung jawab dengan keberanian yang tak ada taranya ... i Apalagi dalam pertempuran Yamamah di mana Kaum Muslimin menghadapi balatentara yang paling kejam dan paling berpengalaman dibawah pimpinan Musailamatul Kaddzab, 'Abbad melihat bahaya besar yang mengancam Islam. Maka jiwa pengurbanan dan teras kepahlawanannya mengambil bentuk sesuai dengan tugas yang dibebankan oleh keimanannya, dan meningkat ke taraf yang sejajar dengan kesadarannya akan bahaya tersebut, hingga menjadikannya sebagai prajurit yang berani mati, yang tak menginginkan kecuali mati syahid di jalan Ilahi .... Sehari sebelum perang Yamamah itu dimulai,'Abbad mengalami suatu mimpi yang tak lama antaranya diketahui Ta'birnya secara gamblang dan terjadi di arena pertempuran sengit yang diterjuni oleh Kaum Muslimin. Dan marilah kita panggil seorang shahabat mulia Abu Sa'id al-Khudri radhiallahu anhu untuk menceritakan mimpi yang dilihat oleh 'Abbad tersebut begitu pun Ta'birnya, serta peranannya yang mengagumkan dalam pertempuran yang berakhir dengan syahidnya.... Demikian cerita Abu Sa'id: " 'Abbad bin Bisyir mengatakan kepadaku: -- "Hai Abu Sa'id! Saya bermimpi semalam melihat langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi ... ! Saya yakin bahwa ta'birnya insya Allah saya akan menemui syahidnya ... !" "Demi Allah!" ujarku, "itu adalah mimpi yang baik ... !" "Dan di waktu perang Yamamah itu saya lihat ia berseru kepada orang-orang Anshar: "Pecahkan sarung-sarung pedangmu dan tunjukkan kelebihan kalian .. !" Maka segeralah menyerbu mengiringkannya sejumlah empat ratus orang dari golongan Anshar hingga sampailah mereka ke pintu gerbang taman bunga, lalu bertempur dengan gagah berani. Ketika itu 'Abbad -- semoga Allah memberinya rahmat menemui syahidnya. Wajahnya saya lihat penuh dengan bekas sambaran pedang, dan saya mengenalnya hanyalah dengan melihat tanda yang terdapat pada tubuhnya ... !" Demikianlah 'Abbad meningkat naik ke taraf yang sesuai untuk memenuhi kewajibannya sebagaiseorang Mu'min dari golongan Anshar, yang telah mengangkat bai'at kepada Rasul untuk membaktikan hidupnya bagi Allah dan menemui syahid di jalan-Nya ... Dan tatkala pada permulaannya dilihatnya neraca pertempuran sengit itu lebih berat untuk kemenangan musuh, teringatlah olehnya ucapan Rasulullah terhadap Kaumnya golongan Anshar: -- "Kalian adalah inti ... ! Maka tak mungkin saya dicederai oleh pihak kalian!" Ucapan itu memenuhi rongga dada dan hatinya, hingga seolah-olah sekarang ini Rasulullah masih berdiri, mengulang-ulang kata-katanya itu ... 'Abbad merasa bahwa seluruh tanggung jawab peperangan itu terpikul hanya di atas bahu golongan Anshar semata ...atau di atas bahu mereka sebelum golongan lainnya ... ! Maka ketika itu naiklah ia ke atas sebuah bukit lalu berseru: -- "Hai golongan Anshar ... ! Pecahkan sarung-sarung pedangmu, dan tunjukkan keistimewaanmu dari golongan lain... !" Dan ketika seruannya dipenuhi oleh empat ratus orang pejuang, 'Abbad bersama Abu Dajanah dan Barra' bin Malik mengerahkan rnereka ke taman maut, suatu taman yang digunakan oleh Musailamah sebagai benteng pertahanan…..dan pahlawan besar itu pun berjuanglah sebagai layaknya seorang laki-laki, sebagai seorang Mu'min ..., dan sebagai seorang warga anshar .... Dan pada hari yang mulia itu, pergilah 'Abbad menemui syahidnya .,. ! Tidak salah mimpi yang dilihat dalam tidurnya semalam ,,. ? Bukankah ia melihat langit terbuka, kemudian setelah ia masuk ke celahnya yang terbuka itu, tiba-tiba langit bertaut dan tertutup kembali... ! Dan mimpi itu dita'wilkannya bahwa pada pertempuran yang akan terjadi ruhnya akan naik ke haribaan Tuhan dan penciptanya Sungguh, benarlah mimpi itu dan benarlah pula ta'birnya ... ! Pintu-pintu langit telah terbuka untuk menyambut ruh 'Abbad bin Bisyir dengan gembira, yakni searang tokoh yang oleh Allah diberi cahaya....

Sabtu, 06 April 2013

SEJARAH KERAJAAN KERAJAAN DI INDONESIA

Kerajaan di Indonesia yang pertama berkembang di Indonesia yaitu kerajaan Hindu dan Buddha sedangkan sistem perekonomian yang di gunakan pada waktu itu adalah perdagangan, sehingga hubungan dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, China dan wilayah Timur Tengah pun bisa terjalin. Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah yang pertama masuk ke Indonesia dengn diperkirakan pada awal Tarikh Masehi dan terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan Islam bermunculan. Berikut daftar kerajaan di Indonesia. 1. Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesi, kerajaan ini didirikan pada tahun 400 M, di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Raja-raja yang memerintah ialah : * Kudungga(raja pertartama). * Aswamarman. * Mulawarman. 2. Kerajaan Tarumanegara Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu, didirikan pada tahun 450 M, di Jawa Barat. Raja yang memerintah ialah Pernawarman. 3. Kerajaan Kaling Kerajaan Kaling didirikan pada tahun 674 di Jepara, Jawa Tengah. Raja yang memerintah ialah Ratu Sima. Pendeta yang terkenal ialah lhanabhadra. 4. Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya didirikan pada abad ke-7 di Sunmatra (kerajaan Buddha). Raja-raja yang memerintah ialah: * Sri Jayanaga. * Balaputradewa. * Sri Sangrawijayatunggawarman. Guru agama Buddha yang terkenal ialah Sakyakirti Sebab-sebab keruntuhan Kerajaan Sriwijaya antara lain : * Serangan raja Colamandaladari India. * Serangan Raja Kertanegara dari Singasari. 5. Kerajaan Melayu Kerajaan Melayu berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Sriwijaya, tetapi pada tahun 692 kerajaan ini telah dikuasai Sriwijaya. 6. Kerajaan Mataram Hindu Kerajaan Mataram Hindu berdiri di Jawa Tengah dengan ibukota Medang Kamulan. Raja-raja yang memerintah ialah : * Sarna * Sanaya yang bergelar Raka Mataram Ratu Sanjaya. * Rakai Panangkara, yang bergelar Syailendra Sri Mahraja Dyah Pancapana Rakai Panangkarana Setelah memerintah Rakai Panagkaran, Mataram pecah menjadi dua. Sebagai pemeluk agama Buddha, sebagai pemeluk agama Hinsu. Syailendra Buddha berkuasa di Jawa Tengah Selatan, Syailendara Hindu berkuasa di sekitar pegunungan Dieng. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram disatukan kembali Raja-raja yang selanjutnya ialah : * Belitung yang bergelar Rakai Watukara. * Daksa. * Tulodong * Wawa * Mpu Sendok. 7. Kerajaan Wangsa Isyana Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan Syailendra Ke Jawa Timur pada tahun 929, kemudian membentuk wangsa baru, yaitu Wangsa Isyana. Raja-raja yang memerintah : * Mpu Sendok, bergelar Maharaj Rake Hino Sri Isyana Wikramadharmotunggadewa. * Sri Isyanatunggawijaya * Makutawangsawardhana. * Darmawangsa, bergelar Sri Darmawangsa Teguh Anantawikramatunggadewa. * Airlangga, bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Tahun 1401 kerajaan kahuripan di bagi menjadi dua 2 (tugas pembagian di serahkan kepada Mpu Bharada), yaitu : * Janggala atau Singasari, dengan ibukota Kahuripan. * Panjalu atau Kediri, dengan ibukota di Daha. 8. Kerajaan Kediri Kerajaan Janggala di perintah oleh Raja Mapanji Garakasan. Kerajaan Kediri di perintah oleh raja Sri Samarawijaya. Perebut kekuasaan antara jenggala dan kediri berlangsung sampai tahun1520. Selanjutnya selama kurang lebih setengah abad ke dua kerajaan tersebut tidak disebut-sebut lagi dalam sejarah. Tahun 117 kerajaan ini tampil lagi dengan rajanya : * Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameswara. * Jaya baya, bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji jaya Jayabaya Pada masa itu, kitab Baharata Yudha di gubah oleh Mpu sedihdan di lanjutkan Mpu Panuluh (Mpu Sedah meninggalkan sebelum kitabnya selesai) * Mpu Penuluh juga menulis buku Hariwangsa dan Gatutkacasraya. * Sri Aryeswara. * Kameswara, bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawarata. Pujangga yang terkenal pada masa itu adalah : * Mpu Tanakung, karyanya Werasancaya dan Lubdaka. * Mpu Darmaja, karyanya Smaradhahana. Kerajaan Kediri runtuh pada tahun 1222, karena ditaklukkan oleh Ken Arok. 9. Kerajaan Bali A. Raja-raja Wangsa Warmadewa Salah satu wangsa terkenal yang memerintah di bali ialah wangsa Warmadewa. Raja yang terkenal ialah : * Tri Candrabhaysingka Warmadewa. * Udayana, bergelar Dhamodayana Warmadewa. Udayana, berputar tiga orang yaitu : * Airlangga, yang menjadi menantu Raja Dharmawangsa, dan kemudian menjadi raja Kahuripan (kerajaan wangsa Isyana). * Marataka, yang menggantikan Udayana (tetapi tidak terkenal). * Anak Wungsu, yang menggantikan tahta Marataka tahun 1049. * Dari pemerintahan Anak Wungsu di tinggalkan 28 buah prasasti Singkat, yang antara lain di temukan di goa Gajah, Gunung Kawi (Tampak Siring), Gunung Panulisan, dan Sangit. B. Raja-Raja Lain di Bali Sesudah pemerintahan wangsa Warmadewa, Pulau Bali di perintah oleh raja-raja lain yang berganti-ganti, dan yang terkenal di antaranya : * Jayasakti, mempunyai kitab undang-undang yaitu uttara Widhi Balawan dan Rajawacana (1133 – 1150). * Jayapangus, menggunakan kitab undang-undang Manawasasa nadharma (117 – 1181). * Tahu 1284 Kerajaan Bali di taklukan oleh Kertanegara dari Singa-sari. 10. Kerajaan Singasari Riwayat dan pemerintahan Ken Arok serta raja-raja Singasari terdapat dalam buku Pararaton dan negara kertagama. Raja-raja yang memerintah ialah : 1) Ken Arok. Ken Arok menjadi raja Singasari setelah membunuh Tumapel Tunggul Ametung dan menaklukkan Kerajaan Kediri tahun 1222 di Ganter. Ken Arok sebagai pendiri dan raja pertama di Singasari yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi, kemudian keturunannya terkenal dengan sebutan wangsa Rajasa. 2) Anusapati (anak Tunggul Ametung - Ken Dedes). Anusapati menjadi raja Setelah membunuh Ken Arok (ayah tirinya), dengan menyuruh seorang pengalasan (budak). 3) Tohjaya (anak Ken Arok - Ken Umang). Tohjaya menjadi raja setelah membunuh Anusapati. Tahun 1248 timbul pemberontakan yang dilancarkan oleh : * Ranggawuni (anak Anusapati). * Mahisa Campaka (anak Mahisa Wongaleleng atau cucu Ken Arok dan Ken dedes) 4) Ranggawuni. Bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana 1248 - 1268. Wisnuwardhana memerintah Singasari bersama-sama Mahisa Cempaka sebagai Ratu Anggabaya, yaitu pejabat tinggi yang bertugas menanggulangi bahaya yang mengancam kerajaan, gelarnya Narasinghamurti. 5) Kertanegara. Bergelar Srimaharajadhiraja Sri Kartanegara (1269 – I292), merupakan raja Singasari yang terbesar. Tahun 1275 dikirimnya ekspedisi Pamalayu. Daerah-daerah yang ditaklukkannya antara lain Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya) dan Gurun (Maluku) serta mengadakan hubungan persahabatan dengan Jaya Singawarman - Raja Campa. Tahun 1292 di taklukan oleh Jayakatwang dari Kediri. 11. Kerajaan Majapahit 1) Kertarajasa, Jayawardhana (1292-1309). Didirikan oleh Raden Wijaya (anak Lembu Tal atau cucu Mahisa Campaka) pada tahun 1292 setelah memperdayai bala tentara Kubilai Khan dan Cina yang bermaksud menghukum Raja Jawa yang tela menghina utusannya yaitu Meng Ki pada masa pemerintahan Kertanegara di Singasari. Karena Kertanegara telah dihancurkan oleh Jayakatwag dari Kediri, maka bala tentara Kubilai Khan menghancurkan Kediri, Yang selanjutnya atas siasat Raden Wijaya di bantu oleh Arya Wiraraja, bala tentara Cina dapat dihancurkan oleh Raden Wijaya. Akhirnya Raden wijaya menjadi Raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarejasa Jayawardhana. Raden Wijaya memperistri 4 orang putri Kertanegara, yaitu : * Tribuana, sebagai permaisuri. * Gayatri. yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit. * Narendraduhita. * Prajnaparamita. Tahun 1309 Raja Kertarajasa wafat, meninggalkan tiga orang putra: * Jayanegara (dari permaisuri). * Sri Gitarya (dari Gayatri) kemudian menjadi Bhre Kahuripan * Dyah Wiyat (dari Gayatri) kemudian menjadi Bhre Daha. 2) Sri Jayanegara (1309 - 1329). Jayanegara menggantikan ayahandanya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada masa pemerintahannya timbul pemberontakan, yaitu * Pemberontakan Ranggalawe dari Tuban. * Pemberontakan Sora, pada tahun 1311. * Pemberontakan Nambi, pada tahun 1316. * Pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. lbukota Majapahit berhasil diduduki dan raja Jayanegara mengungsi ke desa Bedander dikawal oleh 15 orang pengawal setia (pasukan Bhayangkari) di bawah pimpinan Gajah Mada. Atas usaha Gajah Mada ibukota dapat direbut lagi, dan kembali Jayanegara bertahta, Atas jasanya Gajah Mada diangkat menjadi patih Kahuripan dan kemudian Kediri. Dalam pemerintahannya Raja Jayanegara menggunakan lambang Minadwaya (dua ekor ikan) 3) TribhuwanaTunggadewi (1328 -1350) Jayanegara wafat tidak meninggalkan putra, maka Gayatri atau Rajapatni berhak menjadi raja. Karena Gayatri telah menjadi bhiksuni (pendeta agama Buddha), maka diwakilkan kepada Sri Gitarya, Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana. Timbul pemberontakan Sadeng, yang dapat dipadamkan oleh Gajah Mada, karena jasanya pada tahun 1331 Gajah Mada diangkat menjadi perdana menteri, yang pada saat pelantikannya mengucapkan Sumpah Palapa. Tahun 1350 Gayatri atau Rajapatni wafat, Tribuwana yang mewakilinya menyerahkan kekuasaan itu pada anaknya bernama, Hayam Wuruk. 4) Rajasanegara (1350 -13891) Hayam Wuruk naik tahta pada usia 16 tahun, bergelar Rajasanegara, merupakan raja terbesar dalam sejarah Majapahit dengan Gajah Mada sebagai Mahapatih. Kekuasaannya meliputi seluruh Kepulauan Nusantara, bahkan masih ditambah dengan Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Karya sastra yang terkenal diantaranya : * Negarakertagama karya Mpu Prapanca. * Sutasoma atau Parusadashanta dan Arjunawijaya karya Mpu Tantular. Tahun 1364 Gajah Mada wafat, kedudukannya diganti oleh 4 orang menteri. Tahun 1389 Hayam Wuruk Wafat. 5) Wikramawardhana (1389 - 1429) Hayam Wuruk dengan permaisurinya hanya mempuyai seorang putri yaitu Kusumawardhani yang selanjutnya memerintah bersama suaminya Wikramawudhana yang masih saudara sepupunya. Bhre Wirabumi, anak dari selir diberi kekuasaan memerintah daerah Blambangan, merasa tidak puas, dan merasa lebih berhak atas tahta Majapahit. Tahun 1401 - 1406 timbul perang saudara antara Bhre Wirabumi dan Wikramawardhana. Bhre Wirabumi gugur (Perang Paregreg). Tahun 1429 Wikramawurdhana wafat, Majapahit telah menjadi kerajaan kecil akibat dari satu persatu daerahnya melepaskau diri. Tahun 1478 Bhatara Prabu Girindrawardhana raja Daha merebut Majapahit dari Raja Kertabumi (Raja Majapahit yang terakhir). 12. Kerajaan Samudra Pasai Samudra Pasai adalah kerajaan Islam Nusantara yang pertama. Letaknya di Aceh Utara (sekarang masuk Kabupaten Lhoksumawe) berdiri abad 13. Raja-rajanya ialah : * Sultan Malik al Saleh.tahun 635 Hijriah atau l297 Masehi * Sultan Muhammad bergelar Sulatan Malik al Tathir. 13. Kerajaan Demak 1) Raden Patah(±1500 -1518). Pada awal 1500 seorang Bupati Demak yang memeluk agama Islam yaitu Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Dibantu para ulama Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak. Selanjutnya Demak berkembang menjadi pusat pengembangan agama Islam. Tahun 1511 hubungan Demak dengan Malaka terputus karena Malaka dikuasai Portugis. Tahun 1513 armada Demak dibawah pimpinan Pati Unus menyerang malaka tetapi gagal. 2) Pati Unus (1518 - l 521) Pati Unus terkenal dengan sebutan pangeran sabrang Lor, hanya tiga tahun menjadi raja. 3) Sultan Trenggana (1521 - 1546) Sultan Trenggana adalah menantu Pati Unus. Tahun 1522 mempercayai seorang ulama dari Pasai (Faletehan) untuk memimpin armada Demak merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon dari Pajajaran. Tahun 1546 Sultan Trenggana gugur dalam usahanya menaklukan Pasuruan. Setelah itu timbul perebutan kekuasaan antara Sunan Prawata (putra sulung Sultan Trenggana) dengan Pangeran Sekar (adik Sultan Trenggana). Sunan Prawata naik tahta setelah membunuh Pangeran Sekar, tak lama kemudian Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar). 14. Kerajaan Pajang Jaka Tingkir (menantu Sultan Trenggana), berhasil membinasakan Arya Penangsang atas bantuan Kyai Ageng Pemanahan. Jaka tingkir naik tahta bergelar Adiwijaya dan memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaan Pajang tidak lama berdiri. Setelah Sultan Adiwijaya wafat terjadi perebutan kekuasaan. Arya Pangiri (anak Sunan Prawata) mencoba merebut di gagalkan Pangeran Benawa (anak Sultan Adiwijaya) dibantu Sutawijaya (anak Kyai Ageng Pemanahan). Pangeran Benawaa merasa tidak sanggup menggantikan ayah handanya, maka menyerahkan kekuasaan kepada Sutawijaya, yang kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Mataram. 15. Kerajaan Mataram Islam. Sutawijaya lebih dikenal dengan Panambahan Senapati. Panembahan Senapati wafat tahun 1601. 16. Kerajaan Banten Setelah Faletehan merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon, maka dialah yang menguasainya. Karena di demak timbul perebutan kekuasaan maka pada tahun 1522 Faletehan menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin sebagai raja Banten yang pertama dan Faletehan memusatkan perhatiannya pada agama Islam di Gunung Jati, Cirebon. Raja-raja yang lain ialah : * Pangeran Yusuf (1570) * Maulana Muhammad (baru berusia 9 tahun), tahun 1596 gugur dalam usahanya menyerang Palembang. * Abdulmufakir (baru berusia 5 tahun), pemerintahan dikendalikan oleh Mangkubumi Jayanegara. 17. Kerajaan Malaka Kerajaan Malaka tidak terletak di kawasan Nusantara. Raja-rajanya ialah : * Paramisora, pelarian dari Majapahit, yang telah masuk lslam, yang telah diganti nama Sultan Iskandar Syah. * Sultan Mansyur Syah. * Sultan Mahmud Syah. * Tahun 1511. Malaka jatuh ke tangan Portugis. 18. Kerajaan Aceh Pada awal abad 16 masih merupakan kerajaan kecil, di bawah kekuasaan Pedir. Raja-rajanya ialah : * Sultan Ibrahim. Aceh melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Aceh semakin maju karena Malaka di kuasai oleh Portugis, sehingga pedagang Islam dari Arab dan Gujarat mengalihkan perdagangannya ke Aceh. * Sultan Iskandar Muda (1607-1639).Pada pemerintahannya Aceh mencapai puncak ketayaannya. 19. Kerajaan Ternate Berdiri kira-kira Abad ke 13. Abad 14 Ternate Menjadi Kerajaan Islam. Masa Pemerintahan Sultan Baabullah Ternate Mencapai puncak kejayaannya. Tahun 1575 Sultan Baabullah Mengusir Portugis Dari Maluku. Baabullah bergelar yang di pertuan di 72 pulau, meluaskan wilayahnya sampai Filipina. 20. Kerajaan Tidore Merupakan kerajaan Islam di Maluku. Sempat diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, untuk berselisih dengan Kerajaan Ternate, tetapi berbalik kembali bahkan bersama-sama mengusir bangsa Portugis dari Maluku. Rajanya yang terkenal adalah Sultan Nurku, yang gigih berjuang mengusir Belanda. Wilayahnya meliputi Halmahera. Seram, Kai, dan, sampai Papua. 21. Kerajaan Makasar Pada abad ke 16 di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan, yaitu Goa dan Tailo. Kedua kerajaan itu bersatu dengan nama Goa-Tailo, atau Makasar dengan ibu kota sombaopu, sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi. Raja-rajanya ialah : * Raja Goa Daeng Manribia dengan gelar Sultan Alaudin. Mangkubuninya adalah raja Tailo Karaeng Matoaya bergelar Sultan Abdullah. * Sultan Hasanuddin, masa pemerintahannya mencapai puncak kejayaan 22. Kerajaan Banjar Dengan bantuan Kerajaan Demak, abad ke-76 Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan menaklukan Daha (sebuah kerajaan di pedalaman Kalimantan) Banjar adalah kerajaan Islam, dengan rajanya Raden Samudra yang Telah masuk Islam Berganti Nama Sultan Suryanullah.

Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.Daftar isi [sembunyikan] 1 Kronologi 2 Kerajaan Hindu/Buddha 2.1 Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan 2.2 Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa 2.3 Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra 3 Referensi 101 - Penempatan Lembah Bujang yang menggunakan aksara Sanskrit Pallava membuktikan hubungan dengan India di Sungai Batu. [1] 300 - Kerajaan-kerajaan di asia tenggara telah melakukan hubungan dagang dengan India. Hubungan dagang ini mulai intensif pada abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam pasaran internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-wangian, obat-obatan. Dari sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu cendana, kapur barus, cengkeh. Hubungan dagang ini memberi pengaruh yang besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan masuknya ajaran Hindu dan Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan. 300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok. Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan Gunavarman. Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang diperdagangkan kemenyan, kayu cendana, hasil kerajinan. 400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain prasasti, candi, patung dewa, seni ukir, barang-barang logam. Keberadaan kerajaan Tarumanagara diberitakan oleh orang Cina. 603 - Kerajaan Malayu berdiri di hilir Batang Hari. Kerajaan ini merupakan konfederasi dari para pedagang-pedagang yang berasal dari pedalaman Minangkabau. Tahun 683, Malayu runtuh oleh serangan Sriwijaya. {referensi?} 671 - Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tata bahasa Sanskerta, kemudian ia singgah di Malayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India. 685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Tionghoa. 692 - Salah satu kerajaan Budha di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh pedagang Arab, Parsi, dan Tiongkok. Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah, emas, perak. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Jawa. Sriwijaya juga menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut China Selatan. Dengan penguasaan ini, Sriwijaya mengontrol lalu lintas perdagangan antara Tiongkok dan India, sekaligus menciptakan kekayaan bagi kerajaan. 922 - Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah datang kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah menghadiahkan pedang pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok. 932 - Restorasi kekuasaan Kerajaan Sunda. Hal ini muncul melalui Prasasti Kebon Kopi II yang bertanggal 854 Saka atau 932 Masehi. [2] 1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam. 1292 - Raden Wijaya, atas izin Jayakatwang, membuka hutan tarik menjadi permukiman yang disebut Majapahit. Nama ini berasal dari pohon Maja yang berbuah pahit di tempat ini.[3] 1293 - Raden Wijaya memanfaatkan tentara Mongol untuk menggulingkan Jayakatwang di Kediri. Memukul mundur tentara Mongol, lalu ia naik takhta sebagai raja Majapahit pertama pada 12 November.[3] 1293 - 1478 - Kota Majapahit menjadi pusat kemaharajaan yang pengaruhnya membentang dari Sumatera ke Papua, kecuali Sunda dan Madura. Kawasan urban yang padat dihuni oleh populasi yang kosmopolitan dan menjalankan berbagai macam pekerjaan. Kitab Negarakertagama menggambarkan keluhuran budaya Majapahit dengan cita rasa yang halus dalam seni, sastra, dan ritual keagamaan.[3] 1345-1346 - Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya ke dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta mendapati bahwa penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i salah satu ajaran dalam Islam. 1350-1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan di asia tenggara bahkan jazirah Malaya sesuai dengan "Sumpah Palapa" yang menyatakan bahwa Gajah Mada menginginkan Nusantara bersatu. 1478 Majapahit runtuh akibat serangan Demak. Kota ini berangsur-angsur ditinggalkan penduduknya, tertimbun tanah, dan menjadi hutan jati.[3] 1570 - Pajajaran, ibukota Kerajaan Hindu terakhir di pulau Jawa dihancurkan oleh Kesultanan Banten. Kerajaan Hindu/Buddha Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan Kerajaan Kutai Kerajaan Sribangun (Buddha) Kerajaan Wijayapura Kerajaan Bakulapura Kerajaan Brunei Buddha Kerajaan Kuripan Kerajaan Negara Dipa Kerajaan Negara Daha Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa Kerajaan Salakanagara (150-362) Kerajaan Tarumanegara (358-669) Kerajaan Sunda Galuh (669-1482) Kerajaan Kalingga Kerajaan Kanjuruhan Kerajaan Mataram Hindu Kerajaan Kahuripan Kerajaan Janggala Kerajaan Kadiri (1042 - 1222) Kerajaan Singasari (1222-1292) Kerajaan Majapahit (1292-1527) Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra Kerajaan Malayu Dharmasraya 1183–1347 Kerajaan Sriwijaya 600–1300

Biografi Mohammad Hatta

Mohammad Hatta Langsung menyang: pandhu arah, pados Mohammad Hatta Wakil Presidhèn Indonésia ka-1 Mangsa jabatan 18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956 Pejabat sadurungé mboten wonten, jabatan enggal Pengganti Hamengkubuwana IX (jabatan lowong antawis 1956-1973) Perdhana Mentri Indonésia ka-3 Mangsa jabatan 29 Januari 1948 – 16 Januari 1950 Pejabat sadurungé Amir Sjarifoeddin Pengganti Abdul Halim Mentri Jaban Rangkah Indonesia ka-10 Mangsa jabatan 20 Desember 1949 – 6 September 1950 Pejabat sadurungé Agus Salim Pengganti Mohammad Roem Lair 12 Agustus 1902 [1] Bukittinggi, Sumatra Kulon, Hindhia-Walanda Tilar donya 14 Maret 1980 (umur 77)[1] Jakarta, Indonesia Partai pulitik Partai Nasional Indonésia Pasangan Rahmi Rachim Agama Islam Tapak asma Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (lair ing Bukittinggi, 12 Agustus 1902 – tilar donya ing Jakarta, 14 Maret 1980 kanthi yuswa 77 taun) inggih menika salah sawijining pejuang, negarawan, lan pahlawan nasional wonten ing Indonésia.[2] Mohammad Hatta inggih dados wakil presidhèn sing kapisan wonten ing Indonesia.[3] Mohammad Hatta kagungan asma ingkang misuwur ing bebrayan inggih menika Bung Hatta,[4] nanging sejatosipun rumiyin asma alitipun inggih menika Mohammad Athar.[5] Bung Hatta menika misuwur dados Bapak Koperasi, lan asmanipun dipunginaaken dados nama bandar udara (bandara) internasional wonten ing Jakarta.Bab lan Paragraf [singidaken] 1 Kulawargi 2 Pendhidhikan 2.1 Pendhidhikan ing Indonesia 2.2 Pendhidhikan ing Luar Negeri 3 Lelabetan 3.1 Aktif wonten Organisasi 3.2 Mangsa Pandhudhuk Jepang 3.3 Mangsa Revolusi 3.4 Sipat Negarawan kagunganipun Bung Hatta 3.5 Pahargiyan Bung Hatta 4 Tilar donya 5 Uga pirsani 6 Rujukan 6.1 Cathetan suku 6.2 Wacan terusan 7 Pranala jaba Bung Hatta miyos wonten ing Kampung Aur Tajungkang, Kutha Bukittinggi surya kaping 12 Agustus 1902.[5] Bung Hatta menika putra saking H. Mohammad Djamil (bapak) lan Siti Saleha (ibu).[5] Bung Hatta dipunkagungi putra 3 (tiga) saking garwanipun ingkang asma Rahmi Hatta.[5] Putra sepisan dipunparingi asma Meutia Farida Hatta (21 Maret 1947), kaping kalih ingkang asma Gemala Rabi’ah Hatta (1953) lajeng ingkang kaping tiga asmanipun Halidah Nuriah Hatta (25 Januari 1956).[5] Putrinipun asma Meutia Hatta njabat minangka Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan jroning Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presidhèn Susilo Bambang Yudhoyono. Pendhidhikan Mohammad Hatta inggih menika sepisan HIS (sekolah dhasar bahasa Belanda kagem putra-putra pribumi).[6] Lan ugi Bung Hatta inggih pikantuk pendhidhikan dhasar ing Europese Largere School (ESL) ing Bukittingi (tamat 1916) lajeng Meer Vitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) ing Padang (tamat 1919)).[7] dipunundhuh tanggal 8 Juli 2011 Lan panjenenganipun ugi pados ilmu ugi nglajengaken pendhidhikan ing Handle Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang) ing Jakarta lulus warsa 1921.[7] Wiwit saking sekolah menengah pertama menika panjenenganipun sampun sregep nderek organisasi, sanesipun panjeneganipun inggih tiyang ingkang taat nglampahi ajaran agama Islam.[6] Nalika sekolah wonten ing Jakarta, panjeneganipun nglajengaken kegiatan kaliyan Jong Sumatranen Bond.[6] Panjenenganipun nalika semanten ugi asring wonten ing asrama Sekolah Tinggi Kedhokteran pepanggihan kaliyan kancanipun ingkang asma Bahder Djohan ingkang dados guru besar lan Rektor Universitas Indonesia.[6] Nalika Bung Hatta ndherek organisasi lan dados Bendahara Jong Sumatranen Bond ing Padang (1916-1919) ingkang kedah tanggel jawab lan ulet.[5] Panjenenganipun nglajengaken pendhidhikan perguruan tinggi Belanda mundhut ekonomi wonten ing Nederland Handelshogeschool di Rotterdam (tamat minangka gelar Drs, 1932).[5] Mohammad Hatta ndhèrèk Indonesischee Vereniging, gerakan internasional (Liga Tegen Imperalisme,Tegen Koloniale Onderdrukking en voor Nationale Onafhankelijkheid-Liga menetang Imperialisme, Menentang Penindasan Kolonial Mendukung Kemerdekaan Indonesia).[6] Ing mangsa menika Bung Hatta dados tiyang wigatos ingkang nomer kalih(2) ing pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera,1942-1943), lajeng ing Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa, 1943-1944).[6] Bung Hatta ugi ing Tyuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat, 1943-1944);ugi dados penasehat (sanyo) lan dados ketua dewan sanyo (1944-1945) ing departemen ekonomi. [6] Bung Hatta inggih dados anggota Panitia Penyelidik Adat-istiadat (1942), lan ingkang wigatos panjeneganipun ugi dados anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha kemerdekaan Indonesia (1945).[6] Bung Hatta minangka salah sawijining tokoh saking prokamator kemerdekaan Indonesia.[6] Panjenenganipun dados tiyang ingkang wigatos nggantos pitung tembung ing Piagam Jakarta ingkang dipundadosaken Pambukaan UUD 1945:"dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dipungantos kaliyan "Ketuhanan Yang Maha Esa". [6] [sunting] Sipat Negarawan kagunganipun Bung Hatta Menawi bangsa India ngadhahi Mahatma Gandhi minangka bapak negarawan ingkang sedherhana, santun, bersahaja kagem rakyatipun, lajeng Indonesia ngadhahi Bung Hatta.[8] Salawas gesangipun, Bung Hatta kathah ngagem sipat santunipun dhumatheng sinten kemawon tiyangipun.[8] Menapa tiyangipun mungsuh menawi kanca.[8] Bung Hatta inggih sanget pakurmatanipun lan lajeng ngekanca ingkang raket kaliyan Bung Karno, minangka ing taun 1950-an tiyang kekalih menika boten saged makarya sesarengan malih babagan politik.[8] Panjenenganipun lengser saking jabatan Wakil Presidhèn ing taun 1956, amarga pasulayan kaliyan Presidhèn Soekarno. Bung Hatta inggih dipuntunjuk dados tokoh HAM (Hak Asasi Manungsa).[9] Pahargiyan menika saking mengeti lelabetan Bung Hatta minangka bidang perlindungan uga penegakkan HAM.[9] Mengeti dinten HAM menika dhumawah surya kaping 10 Desember ingkang wonten gegayutanipun kaliyan Bung Hatta.[10] Badan Penelitian lan Pengembangan HAM menika gadhah tujuan paring pangertosan malih bilih kula lan panjenegan sedaya minangka bangsa kedah mengeti lelabetanipun Bung Hatta kagem kepentinganipun bangsa ingkang salajengipun.[10] Bung Hatta ugi dados Gelar Doktor Honoris Causa saking Universitas Gadjah Mada (1956), Universitas Hasanuddin (1973), lan Universitas Indonesia (1975).[5] Panjenenganipun ugi nampi tanda jasa Bintang Republik saking Presiden Soeharto (15 Agustus 1972).[5]

Biografi Cut Nyak Dhien

dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau[2][4]. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar. Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.[2] Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga[2][4], putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki. [sunting] Perlawanan saat Perang Aceh Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:“ Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?[2] ” Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873. J.B. van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.[2] Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang. Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien. Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.[1][2] Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.[1] Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.[1][2] Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan.[1] Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.[2] Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.[1] Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya.[1] Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose".[1] Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.[1] Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:“ Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid[1] ” Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.[2][3] Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba.[2][3] Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.[5][6] Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.[1] [sunting] Masa tua dan kematian Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk. Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan.[1] Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".[1] Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan.[6] "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.[1][2] [sunting] Makam Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda.[6] Masyarakat Aceh di Sumedang sering menggelar acara sarasehan. Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua kilometer.[6] Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di Bandung sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran. Selain itu, orang Aceh dari Jakarta melakukan acara Haul setiap bulan November Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.[6] Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab, Surah At-Taubah dan Al-Fajr, serta hikayat cerita Aceh. Jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien berkurang karena Gerakan Aceh Merdeka melakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia. Selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat.[6]

Daftar Pahlawan Nasional Indonesia

Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan oleh presiden. Sejak dilakukan pemberian gelar ini pada tahun 1959, nomenklaturnya berubah-ubah. Untuk menyelaraskannya, maka dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 disebutkan bahwa gelar Pahlawan Nasional mencakup semua jenis gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu:[1] Pahlawan Perintis Kemerdekaan Pahlawan Kemerdekaan Nasional Pahlawan Proklamator Pahlawan Kebangkitan Nasional Pahlawan Revolusi Pahlawan Ampera Berikut adalah daftar 156 tokoh yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Daftar ini disusun berdasarkan data di situs web Kementerian Sosial per Januari 2010 dilengkapi dengan daftar Pahlawan Nasional yang ditetapkan setelahnya.[2] Karena perdebatan yang masih berlangsung mengenai statusnya, Pahlawan Perintis Kemerdekaan dan Pahlawan Ampera tidak dimasukkan ke dalam daftar ini.[3]No. Nama Gelar Tanggal penetapan Dasar penetapan 1 Abdul Muis Pahlawan Kemerdekaan Nasional 30 Agustus 1959 Keppres No. 218 Tahun 1959 2 Ki Hajar Dewantara Pahlawan Kemerdekaan Nasional 28 November 1959 Keppres No. 305 Tahun 1959 3 Raden Mas Soerjopranoto Pahlawan Kemerdekaan Nasional 30 November 1959 Keppres No. 310 Tahun 1959 4 Mohammad Husni Thamrin Pahlawan Kemerdekaan Nasional 28 Juli 1960 Keppres No. 175 Tahun 1960 5 Kiai Haji Samanhudi Pahlawan Kemerdekaan Nasional 9 November 1961 Keppres No. 590 Tahun 1961 6 Oemar Said Tjokroaminoto Pahlawan Kemerdekaan Nasional 9 November 1961 Keppres No. 590 Tahun 1961 7 Ernest Douwes Dekker (Setiabudi) Pahlawan Kemerdekaan Nasional 9 November 1961 Keppres No. 590 Tahun 1961 8 Sisingamangaraja XII Pahlawan Kemerdekaan Nasional 9 November 1961 Keppres No. 590 Tahun 1961 9 Dr. G.S.S.J. Ratulangi Pahlawan Kemerdekaan Nasional 9 November 1961 Keppres No. 590 Tahun 1961 10 dr. Soetomo Pahlawan Kemerdekaan Nasional 27 Desember 1961 Keppres No. 657 Tahun 1961 11 Haji Ahmad Dahlan Pahlawan Kemerdekaan Nasional 27 Desember 1961 Keppres No. 657 Tahun 1961 12 Agus Salim Pahlawan Kemerdekaan Nasional 27 Desember 1961 Keppres No. 657 Tahun 1961 13 Jenderal Gatot Subroto Pahlawan Kemerdekaan Nasional 18 Juni 1962 Keppres No. 222 Tahun 1962 14 Sukarjo Wiryopranoto Pahlawan Kemerdekaan Nasional 29 Oktober 1962 Keppres No. 342 Tahun 1962 15 Ferdinand Lumbantobing Pahlawan Kemerdekaan Nasional 17 November 1962 Keppres No. 361 Tahun 1962 16 Kiai Haji Zainul Arifin Pahlawan Kemerdekaan Nasional 4 Maret 1963 Keppres No. 35 Tahun 1963 17 Tan Malaka Pahlawan Kemerdekaan Nasional 28 Maret 1963 Keppres No. 53 Tahun 1963[4] 18 Mgr. Albertus Sugiyapranata S.J. Pahlawan Kemerdekaan Nasional 26 Juli 1963 Keppres No. 152 Tahun 1963 19 Ir. Raden Juanda Kartawijaya Pahlawan Kemerdekaan Nasional 6 November 1963 Keppres No. 244 Tahun 1963 20 Dr. Saharjo S.H. Pahlawan Kemerdekaan Nasional 29 November 1963 Keppres No. 245 Tahun 1963 21 Cut Nyak Dhien Pahlawan Kemerdekaan Nasional 2 Mei 1964 Keppres No. 106 Tahun 1964[5] 22 Cut Nyak Meutia Pahlawan Kemerdekaan Nasional 2 Mei 1964 Keppres No. 106 Tahun 1964 23 Raden Ajeng Kartini Pahlawan Kemerdekaan Nasional 2 Mei 1964 Keppres No. 108 Tahun 1964 24 dr. Cipto Mangunkusumo Pahlawan Kemerdekaan Nasional 2 Mei 1964 Keppres No. 109 Tahun 1964 25 Kiai Haji Fakhruddin Pahlawan Kemerdekaan Nasional 26 Juni 1964 Keppres No. 163 Tahun 1964 26 Kiai Haji Mas Mansur Pahlawan Kemerdekaan Nasional 26 Juni 1964 Keppres No. 163 tahun 1964 27 Alimin Pahlawan Kemerdekaan Nasional 26 Juni 1964 Keppres No. 163 Tahun 1964[6] 28 dr. Moewardi Pahlawan Kemerdekaan Nasional 4 Agustus 1964 Keppres No. 190 Tahun 1964 29 Wahid Hasyim Pahlawan Kemerdekaan Nasional 24 Agustus 1964 Keppres No. 206 Tahun 1964 30 Sri Susuhunan Pakubuwana VI Pahlawan Kemerdekaan Nasional 17 November 1964 Keppres No. 294 Tahun 1964 31 Kyai Haji Mohammad Hasyim Asyari Pahlawan Kemerdekaan Nasional 17 November 1964 Keppres No. 294 Tahun 1964 32 Raden Mas Tumenggung Ario Suryo Pahlawan Kemerdekaan Nasional 17 November 1964 Keppres No. 294 Tahun 1964 33 Jenderal Soedirman Pahlawan Kemerdekaan Nasional 10 Desember 1964 Keppres No. 314 Tahun 1964 34 Letnan Jenderal Urip Sumoharjo Pahlawan Kemerdekaan Nasional 10 Desember 1964 Keppres No. 314 Tahun 1964 35 Prof. Dr. Soepomo Pahlawan Kemerdekaan Nasional 14 Mei 1965 Keppres No. 123 Tahun 1965 36 Dr. Kusumah Atmaja S.H. Pahlawan Kemerdekaan Nasional 14 Mei 1965 Keppres No. 124 Tahun 1965 37 Jenderal Ahmad Yani Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 38 Letnan Jenderal Suprapto Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 39 Letnan Jenderal Haryono Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 40 Letnan Jenderal Siswondo Parman Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 41 Mayor Jenderal Pandjaitan Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 42 Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 43 Kapten Pierre Tendean Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 111/KOTI/1965 44 AIP Karel Satsuit Tubun Pahlawan Revolusi 5 Oktober 1965 Keppres No. 114/KOTI/1965 45 Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo Pahlawan Revolusi 19 Oktober 1965 Keppres No. 118/KOTI/1965 46 Kolonel Sugiono Pahlawan Revolusi 19 Oktober 1965 Keppres No. 118/KOTI/1965 47 Sutan Syahrir Pahlawan Nasional 9 April 1966 Keppres No. 76 Tahun 1966 48 Laksamana Laut Martadinata Pahlawan Nasional 7 Oktober 1966 Keppres No. 220 Tahun 1966 49 Dewi Sartika Pahlawan Nasional 1 Februari 1966 Keppres No. 252 Tahun 1966 50 Wilhelmus Zakaria Johannes Pahlawan Nasional 27 Maret 1968 Keppres No. 6/TK/1968 51 Pangeran Antasari Pahlawan Nasional 27 Maret 1968 Keppres No. 06/TK/1968 52 Usman Janatin Pahlawan Nasional 17 Oktober 1968 Keppres No. 50/TK/1968 53 Kopral Harun bin Said (Thohir) Pahlawan Nasional 17 Oktober 1968 Keppres No. 50/TK/1968 54 Jenderal Basuki Rahmat Pahlawan Nasional 9 November 1969 Keppres No. 10/TK/1969 55 Arie Frederik Lasut Pahlawan Nasional 20 Mei 1969 Keppres No. 12/TK/1969 56 Martha Christina Tiahahu Pahlawan Nasional 20 Mei 1969 Keppres No. 12/TK/1969[7] 57 Maria Walanda Maramis Pahlawan Nasional 20 Mei 1969 Keppres No. 12/TK/1969 58 Supeno Pahlawan Nasional 13 Juli 1970 Keppres No. 39/TK/1970 59 Sultan Ageng Tirtayasa Pahlawan Nasional 1 Agustus 1970 Keppres No. 45/TK/1970 60 Wage Rudolf Supratman Pahlawan Nasional 20 Mei 1971 Keppres No. 16/TK/1971 61 Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional 22 September 1971 Keppres No. 42/TK/1971 62 Kiai Haji Zainal Mustafa Pahlawan Nasional 6 November 1972 Keppres No. 64/TK/1972 63 Sultan Hasanuddin Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 64 Kapitan Pattimura Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 65 Pangeran Diponegoro Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 66 Tuanku Imam Bonjol Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 67 Teungku Cik di Tiro Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 68 Teuku Umar Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 87/TK/1973 69 Wahidin Sudirohusodo Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973 70 Oto Iskandar di Nata Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973[8] 71 Robert Wolter Monginsidi Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973 72 Prof. Mohammad Yamin S.H. Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973 73 Yos Sudarso Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973 74 Prof. Dr. Suharso Pahlawan Nasional 6 November 1973 Keppres No. 88/TK/1973 75 Marsekal Muda Abdulrachman Saleh Pahlawan Nasional 9 November 1974 Keppres No. 71/TK/1974 76 Marsekal Muda Agustinus Adisucipto Pahlawan Nasional 9 November 1974 Keppres No. 71/TK/1974 77 Teuku Nyak Arief Pahlawan Nasional 9 November 1974 Keppres No. 71/TK/1974[9] 78 Nyi Ageng Serang Pahlawan Nasional 13 Desember 1974 Keppres No. 84/TK/1974 79 Hajjah Rangkayo Rasuna Said Pahlawan Nasional 13 Desember 1974 Keppres No. 84/TK/1974 80 Halim Perdanakusuma Pahlawan Nasional 9 Agustus 1975 Keppres No. 63/TK/1975 81 Marsekal Madya Iswahyudi Pahlawan Nasional 9 Agustus 1975 Keppres No. 63/TK/1975 82 Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai Pahlawan Nasional 9 Agustus 1975 Keppres No. 63/TK/1975 83 Suprijadi Pahlawan Nasional 9 Agustus 1975 Keppres No. 63/TK/1975 84 Sultan Agung Hanyokrokusumo Pahlawan Nasional 3 November 1975 Keppres No. 106/TK/1975 85 Untung Suropati Pahlawan Nasional 3 November 1975 Keppres No. 106/TK/1975 86 Tengku Amir Hamzah Pahlawan Nasional 3 November 1975 Keppres No. 106/TK/1975 87 Sultan Thaha Sjaifuddin Pahlawan Nasional 24 Oktober 1977 Keppres No. 79/TK/1977 88 Sultan Mahmud Badaruddin II Pahlawan Nasional 29 Oktober 1984 Keppres No. 63/TK/1984 89 Soekarno Pahlawan Proklamator Pahlawan Nasional 23 Oktober 1986 7 November 2012 Keppres No. 81/TK/1986 Keppres No. 83/TK/2012[10] 90 Drs. Mohammad Hatta Pahlawan Proklamator Pahlawan Nasional 23 Oktober 1986 7 November 2012 Keppres No. 81/TK/1986 Keppres No. 84/TK/2012[10] 91 Suroso R.P Pahlawan Nasional 23 Oktober 1986 Keppres No. 81/TK/1986 92 Radin Inten II Pahlawan Nasional 23 Oktober 1986 Keppres No. 81/TK/1986 93 Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I Pahlawan Nasional 17 Agustus 1988 Keppres No. 48/TK/1988 94 Sri Sultan Hamengkubuwana IX Pahlawan Nasional 30 Juli 1990 Keppres No. 53/TK/1990 95 Sultan Iskandar Muda Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993 96 I Gusti Ketut Jelantik Pahlawan Nasional 15 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993 97 Frans Kaisiepo Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993 98 Silas Papare Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993 99 Marthen Indey Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993 100 Nuku Muhammad Amiruddin Pahlawan Nasional 7 Agustus 1995 Keppres No. 71/TK/1995 101 Tuanku Tambusai Pahlawan Nasional 7 Agustus 1995 Keppres No. 71/TK/1995 102 Syech Yusuf Tajul Khalwati Pahlawan Nasional 7 Agustus 1995 Keppres No. 71/TK/1995 103 Siti Hartinah Pahlawan Nasional 30 Juli 1996 Keppres No. 60/TK/1996 104 Raja Haji Fisabilillah Pahlawan Nasional 11 Agustus 1997 Keppres No. 72/TK/1997 105 Haji Adam Malik Pahlawan Nasional 6 November 1998 Keppres No. 107/TK/1998 106 Cilik Riwut Pahlawan Nasional 6 November 1998 Keppres No. 108/TK/1998 107 La Madukelleng Pahlawan Nasional 6 November 1998 Keppres No. 109/TK/1998 108 Sultan Syarif Kasim II Pahlawan Nasional 6 November 1998 Keppres No. 109/TK/1998 109 H. Ilyas Yakoub Pahlawan Nasional 13 Agustus 1999 Keppres No. 74/TK/1999 110 Prof. Dr. Hazairin Pahlawan Nasional 13 Agustus 1999 Keppres No. 74/TK/1999 111 Abdul Kadir Pahlawan Nasional 13 November 1999 Keppres No. 114/TK/1999 112 Fatmawati Pahlawan Nasional 4 November 2000 Keppres No. 118/TK/2000 113 Ranggong Daeng Romo Pahlawan Nasional 3 November 2001 Keppres No. 109/TK/2001 114 Brigadir Jenderal Hasan Basry Pahlawan Nasional 3 November 2001 Keppres No. 110/TK/2001 115 Jendral Besar Abdul Harris Nasution Pahlawan Nasional 6 November 2002 Keppres No. 73/TK/2002 116 Gusti Pangeran Harya Jatikusumo Pahlawan Nasional 6 November 2002 Keppres No. 73/TK/2002 117 Andi Jemma Pahlawan Nasional 6 November 2002 Keppres No. 73/TK/2002 118 Pong Tiku Pahlawan Nasional 6 November 2002 Keppres No. 73/TK/2002 119 Prof. Dr. Iwa Kusumasumantri Pahlawan Nasional 6 November 2002 Keppres No. 73/TK/2002 120 Nani Wartabone Pahlawan Nasional 6 November 2003 Keppres No. 85/TK/2003 121 Maskoen Soemadiredja Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 122 Andi Mappanyukki Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 123 Ali Haji Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 124 Kiai Haji Achmad Rifai Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 125 Gatot Mangkupraja Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 126 Ismail Marzuki Pahlawan Nasional 5 November 2004 Keppres No. 89/TK/2004 127 Kiras Bangun (Garamata) Pahlawan Nasional 7 November 2005 Keppres No. 82/TK/2005 128 Bagindo Azizchan Pahlawan Nasional 7 November 2005 Keppres No. 82/TK/2005 129 Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional 7 November 2005 Keppres No. 82/TK/2005 130 Teuku Mohammad Hasan Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 131 Raden Mas Tirto Adhi Soerjo Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 132 Kiayi Haji Noer Alie Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 133 Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 134 Opu Daeng Risadju Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 135 Izaak Huru Doko Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 136 Sri Sultan Hamengkubuwana I Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 137 Haji Andi Sultan Daeng Raja Pahlawan Nasional 3 November 2006 Keppres No. 85/TK/2006[11] 138 Mayor Jenderal Adenan Kapau Gani Pahlawan Nasional 9 November 2007 Keppres No. 66/TK/2007[12] 139 Dr. Ida Anak Agung Gde Agung Pahlawan Nasional 9 November 2007 Keppres No. 66/TK/2007[12] 140 Mayor Jenderal TNI Prof. Dr. Moestopo Pahlawan Nasional 9 November 2007 Keppres No. 66/TK/2007[12] 141 Slamet Riyadi Pahlawan Nasional 9 November 2007 Keppres No. 66/TK/2007[12] 142 Muhammad Natsir Pahlawan Nasional 6 November 2008 Keppres No. 41/TK/2008[13] 143 Kiai Haji Abdul Halim Pahlawan Nasional 6 November 2008 Keppres No. 41/TK/2008[13] 144 Sutomo Pahlawan Nasional 6 November 2008 Keppres No. 41/TK/2008[13] 145 Jahja Daniel Dharma Pahlawan Nasional 9 November 2009 Keppres No. 58/TK/2009[14] 146 Herman Johannes Pahlawan Nasional 9 November 2009 Keppres No. 58/TK/2009[14] 147 Achmad Subardjo Pahlawan Nasional 9 November 2009 Keppres No. 58/TK/2009[14] 148 Johanes Leimena Pahlawan Nasional 11 November 2010 Keppres No. 52/TK/2010[15] 149 Johannes Abraham Dimara Pahlawan Nasional 11 November 2010 Keppres No. 52/TK/2010[15] 150 Syafruddin Prawiranegara Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 151 Idham Chalid Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 152 Haji Abdul Malik Karim Amrullah Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 153 Ki Sarmidi Mangunsarkoro Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 154 I Gusti Ketut Pudja Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 155 Pakubuwana X Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16] 156 Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono Pahlawan Nasional 7 November 2011 Keppres No. 113/TK/2011[16]